Selasa, 03 September 2019

PENGAWASAN PROSES PEMBELAJARAN


PENGAWASAN PROSES PEMBELAJARAN
   
A. Pemantauan
·                    Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran.
·                    Pemantauan dilakukan dengan cara diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman, wawacara, dan dokumentasi.
·                    Kegiatan pemantauan dilaksanakan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan.
B. Supervisi
·                    Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran.
·                    Supervisi pembelajaran diselenggarakan dengan cara pemberian contoh, diskusi, pelatihan, dan konsultasi
·                    Kegiatan supervisi dilakukan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan.
C. Evaluasi
·                    Evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.
·                    Evaluasi proses pembelajaran diselenggarakan dengan cara: [a] membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan standar proses, dan [b] mengidentifikasi kinerja guru dalam proses pembelajaran sesuai dengan  kompetensi guru.
·                    Evaluasi proses pembelajaran memusatkan pada keseluruhan kinerja guru dalam proses pembelajaran.
D. Pelaporan
Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran dilaporkan kepada pemangku kepentingan.
E. Tindak lanjut
·                    Penguatan dan penghargaan diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar.
·                    Teguran yang bersifat mendidik diberikan kepada guru yang belum memenuhi standar.
·                    Guru diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan/ penataran lebih lanjut.


Senin, 02 September 2019

Giat GTK Pendis 2017

Gerak Jalan Kebersamaan

Kompetisi Robotik Tk Nasional 2017

Apresiasi Pendis 2017 
Kabag TU GTK dan Gupres 2015

Expo - Robotik 2017

Kontes Robotik 2017


Proposal PENNGKATAN PROFESIONALISME GURU


PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU MELALUI PENERAPAN KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF








Oleh
SUKARLAN





MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 12
INDRAMAYU
2017


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Peningkatan kuantitas dan kualitas pendidikan di Indonesia terus- menerus di lakukan baik secara konviesional maupun inovativ baik itu dalam sekala nasional maupun daerah. Namun berbagai indikator  mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Meskipun begitu, nampak jelas sebagian sekolah terutama di bagian pelosok belum menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang jelas . Hal ini sungguh memprihatinkan bagi praktisi pemerhati bidang pendidikan.
Salah satu pendekatan alternatif yang dapat menjadi pilihan pemerintah dimasa sekarang ini dalam rangka peningkatan kuantitas dan kualitas pendidikan adalah pendekatan khusus untuk melibatkan peran aktif masyarakat. Setelah di berlakukan otonomi daerah,setiap kota atau kabupaten termasuk memiliki kesempatan untuk menjalan kan roda pemerintahan dengan lebih leluasa terutama dalam mengatur bidang pendidikan,untuk mencapai hasil yang optimal.
Sekolah merupakan tempat penyelenggaraan kegiatan edukatif dan proses belajar mengajar. Sekolah seharusnya memiliki tenaga pendidik profesional untuk mendudkung terselenggaranya proses belajar mengajar secara lancar. Karena keberhasilan suatu proses belajar mengajar sangat tergantung kepada ketersediaan tenaga pendidik,selain faktor pendukung lainnya keberhasilan proses belajar mengajar mencerminkan peran guru yang sangat signifikan terhadap dunia pendidikan.
Konsekuensi paling utama dalam tugas guru adalah yang berkaitan dengan akuntabilitas program pendidikan.Dengan demikian tugas guru selaku tenaga pendidik di bidang pendidikan dalam huibungan nya dengan akuntabilitas program pendidikan sangatlah berat, karena harus memberikan pelayanan kepada murid pada khusus nya dan masyarakat pada umumnya.Guru adalah seorang yang bertanggung jawab penuh terhadap peningkatan prestasi murid di sekolah.Sehingga dengan peningkatan keterampilan guru dalam mengajar akan menghasilkan prestasi yang tinggi,Dengan kata lain bahwa tingginya prestasi siswa tercermin dari profesional guru. Sehubungan dengan kedudukan guna Suryasubroto(1992:5) Menyatakan bahwa : “Di dalm situasi belajar mengajar, guriu adalah leader dan bertanggung jawab penuh atas kepemimpinannya itu. Ia tidak memberikan instruksi-instruksi dan tidak berdiri di bawah intruksi manusia lain kecuali dirinya sendiri setelah masuk dalam situasi kelas”.
Akadum (1999) menyatakan bahwa  dunia guru masih terselimuti oleh  dua masalah yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan; hal ini disebabkan oleh : (1) profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya; (2) profesionalisme guru masih rendah.  selain itu disebabkan oleh antara lain; (a) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada; (b) belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (c) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; (d) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi  Ia  juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggo-tanya. Dengan melihat adanya faktor-fak tor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru. Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru. Dan Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan. Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi. Program sertifikasi telah dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam (Dit Binrua) melalui proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar (ADB Loan 1442-INO) yang telah melatih 805 guru MI dan 2.646 guru MTs dari 15 Kabupaten dalam 6 wilayah propinsi yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan Kalimantan Selatan (Pantiwati, 2001).  lebih jauh ia mengungkapkan bahwa selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya (Supriadi, 1998) memaparkan, profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.  Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.
Undang-undang Republik Indonesia telah menetapkan guru sebagai tenaga pendidik profesional dengan tugas utama mendidik mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta diik pada pendidikan anak dari jalur pendidikan formal, baik itu pendidikan dasar dsan menengah. Guru adalah pelaksana pendidikan di sekolah yang langsung berinteraksi dengan pesertadidik dan merupakan komponen yang sangat penting dalam proses belajar mengajar (PBM).
Syarifuddin (1992:2) menambahkan bahwa “ Guru sebagai salah satu kompenen dalam Kegitan Belajar Mengajar (KBM), memiliki posisi yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Karena fungsi utama guru adalah merancang, mengelola, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran”.
Sekarang ini banyak ditemukan berbagai kendala terhadap guru dalam peningkatan profesionalnya.  Hal ini tentu saja membawa pengaruh terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan. Berbagai kendala terhadap profesional guru, Mulyasa (1995:15) yaitu:
1.      Tidak adanya kesesuaian disiplin ilmu yang diperoleh di perguruan tinggi dengan mata pelajaran yang di ajarkan;
2.      Tidak mempunyai kompetan untuk menjadi guru;
3.      Tidak menguasai bahan pelajaran;
4.      Tidak memiliki metode pembelajaran yang baik;
5.      Belum memiliki kemampuan memahami makna pengelolaan kelas; dan
6.      Sering melalaikan tugas.
Kepala Sekolah adalah pemimpin tertinggi disebuah sekolah yang bertugas menggalang seluruh unsur komponen untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dengan mengarahkan segenap kemampuan salam merencanakan, mengorganisasika, mengarahkan serta mengawasi komponen-komponen di sekolah sebagai suiatu bentuk proses untuk menciptakan visi menjadi aksi dengan memanfaatkan sebagai kekuatan yang ada.
Sebagai seorang pemimpin kepala sekolah bertanggung jawab penuh terhadap keberhasilan penyelenggaraan kegiatan pendidikan di sekolah yang dipimpin, selain itu juga kepala sekolah mempunyai banyak peran berkaitan dengan hal tersebut.
Mulyasa (1995:98) menyatakan : “ Peran kepala sekolah bila dikaji secara lebih luas adalah sebagai educator, manager, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator”. Peran kepala sekolah sebagai leader, bertanggung jawab penuh terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia khusus nya guru sebagai ujung tombak pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Upaya yang dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru adalah dengan pembinann dan pengembangan kualitas mengajar guru. Sedemikian pentingnya pelaksanaan pembinaan guru yang dilakukan kepala sekolah yang bertindak sebagai supervisior, Fattah (1994:80) menyatakan bahwa : “Upaya pembinaan profesi guru perlu dilakukan  di dalam suatu sistem sehingga pembinaan profesi guru akan menjadi kegiatan yang bersifat terus-menerus dan terprogram. Demikian pentingnya pengembangan mutu kinerja guru dalam mewujudkan lembaga pendidikan yang bermutu, maka program pengembangan yang demikian merupakan salah satu pilihan yang urgen untuk dilaksanakan dalam peningkatan mutu pendidikan, karena salah satu indikator mutu pendidikan adalah mutu kinerja guru”.
Pengamatan awal, peneliti menemukan berbagai masalah yang perlu ditindaklanjuti berkenaan dengan strategi kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru di MTs Negeri 12 Indramayu antara lain :
1.      Kepala sekolah sebagai pemimpin dalam mengambil kebijakan  belum menyentuh guru;
2.      Kepala sekolah sebagai supervisior dalam melaksanakan teknik-teknik pembinaan masih belum optimal;
3.      Kurangnya tindak lanjut pembinaan yang dilakukan kepala sekolah; dan
4.      Guru masih kurang berinovasi dan kreatif dalam melaksanakan tugasnya.
Guru sebagai tenaga profesional dituntut untuk memiliki kompetensi dalam mendidik dan mengajar. Sehubungan dengan kompetensi profesional guru, Mulyasa mengemukakan :
1.      Bertanggung jawab terhadap norma moral dan sosial tentang tindakannya baik di sekolah maupun di masyarakat;
2.      Menguasai secara mendalam bahan pelajaran yang akan diajarkan, serta cara menyampaikan kepada siswa;
3.      Mampu mengambil keputusan yang tepat secara mandiri berkenaan dengan pembelajaran, kondisi peserta didik dan lingkungan;
4.      Memiliki sikap wibawa dalam hal emosional, spritual, dan intelektual;
5.      Memiliki kelebihan dalam bidang ilmu pengetahuan sesuai dengan bidang mata pelajaran yang akan di ajarkan;
6.      Disiplin dalam melaksanakan tugas, tepat waktu dan mematuhi segala peraturan yang berlaku;
7.      Bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi.

Strategi kepala MTs Negeri 12 Indramayu dalam meningkatkan profesionalisme guru dapat dilakukan dalam berbagai cara, misalnya dengan mengadopsi konsep kepimimpinan  EMASLIM yang biasa diterapkan pada sekolah berorientasi agama, misalnya madrasah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Konsep kepemimpinan pembelajaran yang kepala sekolah kembangkan dalam meningkatkan profesionalitas guru;
2.      Strategi implementasi konsep kepemimpinan pembelajaran yang kepala sekolah laksanakan dalam meningkatkan profesionalitas guru.

C.    Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui konsep kepemimpinan pembelajaran kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalitas guru;
2.      Untuk mengetahui strategi implementasi konsep kepemimpinan  pembelajaran kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalitas guru.

D.    Pertanyaan Penelitian
1.      Sebagai Educator, apakah strategi kepemimpinan pembelajaran kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalitas guru?
2.      Sebagai Manager, apakah strategi kepemimpinan pembelajaran kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalitas guru?
3.      Sebagai Administrator, apakah strategi kepemimpinan pembelajaran kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalitas guru?
4.      Sebagai Supervisor, apakah strategi kepemimpinan pembelajaran kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalitas guru?
5.      Sebagai Leader, apakah strategi kepemimpinan pembelajaran kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalitas guru?
6.      Sebagai Inovator, apakah strategi kepemimpinan pembelajaran kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalitas guru?
7.      Sebagai Motivator, apakah strategi kepemimpinan pembelajaran kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalitas guru?




BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Kepemimpinan Pembelajaran
1.      Arti Kepemimpinan Pembelajaran
2.      Tujuan Kepemimpinan Pembelajaran
3.      Pentingnya Kepemimpinan Pembelajaran
4.      Kepala Sekolah sebagai Leader

B.     Peran Kepala Sekolah
1.      Sebagai Edukator
2.      Sebagai Manager
3.      Sebagai Administrator
4.      Sebagai Supervisor
Kepala Sekolah disamping berfungsi sebagai top manager sekolah, juga tak kalah pentingnya berfungsi sebagai pengawas sekolah. Ini dimaksudkan bahwa seorang seorang top menajer adalah faktor penentu  dalam sukses atau gagalnya suatu organisasi atu usaha, dan merupakan kunci pembuka suksesnya organisasi. Seorang manajer yang sukses artinya  memilki kemampuan  dan mampu mengelola organisasinya, mampu mengantisipasi perubahan tiba-tiba, mengoreksi  kelemahan- kelemahan serta sanggup membawa organisasinya kepada sasaran jangka waktu yang ditetapkan. Hal lain adalah Kepala Sekolah sebagai supervisor disekolah. Ini berarti bahwa ia berfungsi sebagai pengawas utama, pengontrol tertinggi yang melakukan supervise manajerial  dalam menemukan atau mengidentifikasi kemampuan atau ketidakmampuan personil (guru, pegawai tata usaha, siswa, dan mitra kerja “komite sekolah) dan memberikan  pelayanan kepada semua komponen warga sekolah guna meningkatkan  kemampuan keahliannya dan mengelola secara lebih efektif untuk memperbaiki, dan mengelola secara  lebih  efektif  untuk memperbaiki situasi belajar mengajaar agar  (siswa) dapat  mencapai prestasi dann hasil belajar yang lebih menungkat.


5.      Sebagai Leader
Fungsi Kepala sekolah memegang peranan penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang diberikan tenggung jawab untuk melakukan pengelolaan penuh terhadap pengaturan jalannya roda kependidikan di sekolah. Peran utama Kepala Sekolah adalah sebagai pemimpin yang mengenmdalalikan jalnnya penyelenggaraan pendidikan di mana pendidikan itu sendiriberfungsi pada hakekatnyasebagai sebuah transformasi yang mengubah input menjadi output. Hal ini menentukan suatu prosesyang berlangsung secara benar, terjaga sesuai dengan ketentuan dari tujuan kependidikan itu sendiri. Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan di sekolah  seorang pemimpin  sebagai top manajer sekolah  dalam hal ini Kepala Sekolah. Kepala Sekolah tentunya memerlukan manajerial yang baik dalam rangka menjamin kualitas agar sesuai dengan tujuan pendidikan, berdasarkan Kompetensi kompetensi yang telah dipersyaratkannya


6.      Sebagai Inovator
7.      Sebagai Motivator

C.    Konsep Profesionalisme
1.      Pengertian Profesi
2.      Pengertian Profesional
3.      Profesionalisme dan Profesionalitas

D.    Kompetensi Guru
1.      Kompetensi Kepribadian
2.      Kompetensi Pedagogik
3.      Kompetensi Profesional
4.      Kompetensi Sosial


BAB III
METODE PENELITIAN

A.      Metode Penelitian

B.       Lokasi Penelitian

C.      Subjek Penelitian

D.      Teknik Pengumpulan Data

E.       Teknik Analisa Data




BAB IV
HASIL PENELITIAN
A.      Hasil Penelitian
1.      Gambaran Umum Sekolah
2.      Strategi Kepala Sekolah dalam Menerapkan Kepemimpinan Pembelajaran
3.      Menerapkan Peran sebagai Educator
4.      Menerapkan Peran sebagai Manager
5.      Menerapkan Peran sebagai Administrator
6.      Menerapkan Peran sebagai Supervisor
7.      Menerapkan Peran sebagai Leader
8.      Menerapkan Peran sebagai Inovator

B.       Pembahasan
1.      Kepala Sekolah sebagai Educator
2.      Kepala Sekolah sebagai Manager
3.      Kepala Sekolah sebagai Administrator
4.      Kepala Sekolah sebagai Supervisor
5.      Kepala Sekolah sebagai Leader
6.      Kepala Sekolah sebagai Inovator

Senin, 05 Agustus 2019

Evaluasi dan Penilaian


KONSEP DASAR PENILAIAN

A.  PENDAHULUAN

Manusia hidup tidak pernah jauh dari kegiatan evaluasi. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menilai dan membuat suatu kegiatan evaluasi dan selalu menggunakan prinsip mengukur dan menilai meskipun banyak orang belum memahami secara tepat arti kata evaluasi, pengukuran, dan penilaian bahkan masih banyak orang cenderung mengartikan ketiga kata tersebut dengan suatu pengertian yang sama.
Pendidikan dipandang sebagai kegiatan bersama guru dan peserta didik dalam kerangka belajar mengajar untuk mengantarkan peserta didik mencapai hasil belajar baik berupa pengetahuan (kognitif), ketrampilan (psikomotor) maupun sikap (afektif). Selanjutnya ketiga ranah tersebut dipandang sebagai satu kesatuan hasil belajar yang disebut kompetensi. Kegiatan belajar mengajar melibatkan tiga unsur pokok yakni input-proses-output. Input pendidikan tidak hanya peserta didik akan tetapi mencakup segala hal baik lingkungan pendidikan maupun yang bersifat instrumental / alat seperti pendidik/orang maupun barang seperti gedung dan sebagainya yang terlibat dalam proses endidikan secara umum ataupun dalam kegiatan belajar mengajar, seperti peserta didik, guru, kurikulum, sumber belajar, kebijakan pendidikan, peran serta masyarakat, kondisi sosial budaya, sarana serta prasarana lainnya yang mempengaruhi pendidikan. Proses adalah interaksi guru vs peserta didik yang terencana, terprogram dalam kegiatan belajar mengajar. Oleh karena sifatnya yang terstruktur dan terencana, maka banyak hal terlibat dalam proses ini antara lain kompetensi pendidik, kondisi peserta didik, kualitas Interaksi / Aktivitas KBM, Silabus, RPP, media belajar, motivasi peserta didik, dan sumber belajar dan daya serap perserta didik. Sedangkan yang dimaksud output  adalah pengetahuan, ketampilan dan sikap yang dicapai sebagai hasil proses pendidikan bahkan kinerja pendidikan yang mencakukp input-proses-output. Evaluasi atas hasil belajar biasanya disebut dengan Penilaian Kelas (assesment) yaitu proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik; sedangkan evaluasi kinerja pendidikan disebut penilaian autentik yaitu penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output) pembelajaran, yang meliputi ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Membincang tentang evaluasi berarti mebincangkan kedua hal tersebut diatas sehingga dapat diasumsikan betapa luas cakupan evaluasi pendidikan. Penilaian merupakan bagian penting dan tak terpisahkan dalam sistem evaluasi pendidikan saat ini. Peningkatan kualitas pendidikan dari sisi hasil belajar dapat dilihat dari nilai-nilai yang diperoleh siswa. Tentu saja untuk itu diperlukan sistem penilaian yang baik dan tidak bias. Sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan gambaran tentang kualitas pembelajaran sehingga pada gilirannya akan mampu membantu guru merencanakan strategi pembelajaran. Bagi siswa sendiri, sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan motivasi untuk selalu meningkatkan kemampuannya.
Mengingat begitu pentingnya peran evaluasi dalam sistem pendidikan, maka membahas konsep dasar dan segala yang terkait tentang evaluasi secara umum dan penilaian secara khusus menjadi keniscayaan. Pembahasan berikut akan memperluas pemahaman pembaca menganai konsep dasar evaluasi dan penilaian.



B.     PENGERTIAN

1. Evaluasi

Ada tiga hal yang saling berkaitan dalam kegiatan evaluasi pendidikan yaitu evaluasi, pengukuran dan tes. Ketiga istilah itu sering disalahartikan sehingga tidak jelas makna dan kedudukannya. Gronlund mengemukakan evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dari pengumpulan, analisis dan intrepretasi informasi/data untuk menentukan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan pembelajaran. Hopkins dan Antes mengemukakan evaluasi adalah pemeriksaan secara terus menerus untuk mendapatkan informasi yang meliputi siswa, guru, program pendidikan dan proses belajar mengajar untuk mengetahui tingkat perubahan siswa dan ketepatan keputusan tentang gambaran siswa dan efektivitas program.

Berdasarkan kedua pendapat di atas diketahui bahwa evaluasi bersifat komprehensif yang  meliputi penilaian, pengukuran, dan  pengujian berupa tes. Tes merupakan salah satu alat atau bentuk dari pengukuran. Pengukuran lebih membatasi kepada gambaran yang bersifat kuantitatif (berupa angka-angka) tentang kemajuan belajar siswa (learning progress) sedangkan evaluasi atau penilaian bersifat kualitatif.  Di samping itu, evaluasi pada hakikatnya  merupakan suatu proses  membuat keputusan tentang nilai suatu objek. Keputusan penilaian (value judgement) tidak hanya didasarkan kepada hasil pengukuran (quantitative description), dapat pula didasarkan kepada hasil pengamatan (qualitative description). Yang didasarkan kepada hasil pengukuran (measurement) dan bukan didasarkan kepada hasil pengukuran (non-measurement) pada akhirnya menghasilkan keputusan nilai tentang suatu objek yang dinilai.

Mursell mengatakan ada tiga hal pokok yang dapat di evaluasi dalam pembelajaran, yaitu (a) hasil langsung dari usaha belajar, (b) transfer sebagai akibat dari belajar, dan (c) proses belajar itu sendiri. Hasil dari usaha belajar nampak dalam bentuk perubahan tingkah laku, baik secara subtantif maupun secara komprehensif. Perubahan itu ada yang dapat diamanati secara langsung ada pula yang tidak dapat diamati secara langsung. Perubahan itu juga ada yang terjadi dalam jangka pendek ada pula yang terjadi dalam jangka panjang. Namun demikian, bagaimanapun baiknya alat evaluasi yang digunakan hanya mungkin dapat mengungkap sebagian  tingkah laku dari keseluruhan hasil belajar yang sebenarnya. Evaluasi yang baik harus menilai hasil-hasil yang autentik dan hal ini dilakukan dengan menguji / tes hingga manakah hal itu dapat ditransferkan. Evaluasi harus dilakukan dengan tepat, teliti dan objektif terhadap hasil belajar sehingga dapat menjadi alat untuk mengecek kemampuan siswa dalam belajarnya dan mempertinggi prestasi belajarnya. Di samping itu evaluasi dapat menjadi alat pengontrol bagi cara mengajar guru, serta dapat membimbing murid untuk memahami dirinya (keunggulan dan kelemahannya).

Banyak ahli memberikan batasan tentang evaluasi, beberapa diantaranya sebagai berikut:
  • a. Lessinger 1973 (Gibson, 1981: 374) yang mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan antara tujuan yang diharapkan dengan kemajuan/prestasi nyata yang dicapai.
  • b.     Wysong 1974 (Gibson, 1981: 374) mengatakan bahwa evaluasi adalah serangkaian kegiatan untuk menggambarkan untuk memperoleh atau menghasilkan informasi yang berguna untuk pengambilan suatu keputusan.
  • c. Gibson dan Mitchell 1981 (Uman, 2007: 91) menjelaskan bahwa evaluasi merupakan usaha mencoba menyesuaikan data objektif dari awal hingga akhir pelaksanaan program sebagai dasar penilaian terhadap tujuan program.
  • d.  Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1977): evaluation refers to the act or process to determining the value of something. Evaluasi itu menunjuk kepada suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
  • e.  Lembaga Administrasi Negara bahkan menuliskan batasan Evaluasi Pendidikan sebagai (1) Proses/kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan; (2) Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed back) bagi penyempurnaan pendidikan.


Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka diperoleh simpulan bahwa evaluasi pendidikan adalah penilaian terhadap kinerja pendidikan yang telah berjalan dengan cara melakukan pengukuran berupa pelaksanaan pengujian baik berupa tes atau non tes untuk mendapatkan informasi yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki hal-hal yang memang perlu diperbaiki pada kinerja pendidikan.

2. Penilaian
Secara bahasa, kata penilaian berasal dari kata nilai yang mendapatkan awalan dan akhiran (pe – an) sehingga menjadi penilaian. Umumnya nilai merujuk pada angka tertentu sehingga penilaian dimaknai sebagai kegiatan memberian nilai berupa angka kepada seseorang yang dinilai atas apa yang dilakukan. Pemberian besaran nilai akan ditentukan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan diketahui oleh orang yang dinilai. Bagi penilai maupun orang yang dinilai, angka tersebut dipandang sebagai informasi yang akan dipakai oleh kedua belah pihak untuk pengambilan keputusan sesuai dengan kepentingan masing-masing.

Secara istilah penilaian dipandang sebagai proses yang disusun secara sistematis merentang dari mulai pengumpulan informasi (berupa angka maupun deskripsi verbal), analisis, interpretasi sampai dengan pengambilan keputusan. Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai.
Ada empat macam istilah yang berkaitan dengan konsep penilaian dan sering kali digunakan untuk mengetahui keberhasilan belajar dari peserta didik yaitu   : (1) Evaluasi, (2) Penilaian,  (3) Pengukuran dan (4) Pengujian/Tes. Namun diantara keempat istilah tersebut pengertiannya masih sering dicampuradukan, padahal keempat istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Penialaian diberikan definisi oleh para ahli sebagai berikut, diantaranya oleh:
a. Menurut Buana (www.fajar.co.id/news.php)assessment adalah alih-bahasa dari istilah penilaian. Penilaian digunakan dalam konteks yang lebih sempit daripada evaluasi dan biasanya dilaksanakan secara internal. Penilaian atau assessment adalah kegiatan menentukan nilai suatu objek, seperti baik-buruk, efektif-tidak efektif, berhasil-tidak berhasil, dan semacamnya sesuai dengan kriteria atau tolak ukur yang telah ditetapkan sebelumnya.
b.  Menurut Angelo (1991: 17)Classroom Assessment is a simple method faculty can use to collect feedback, early and often, on how well their students are learning what they are being taught. (Penilaian Kelas adalah suatu metode yang sederhana dapat menggunakan fakultas (sekolah) untuk mengumpulkan umpan balik, awal dan setelahnya, pada seberapa baik para siswa mereka belajar apa yang mereka ajarkan.)
c.   Menurut Suharsimi yang dikutip oleh Sridadi (2007) penilaian adalah suatu usaha yang dilakukan dalam pengambilan keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik-buruk → bersifat kualitatif.
d.   Penilaian adalah kegiatan untuk mengetahui perkembangan kemajuan dan atau hasil belajar siswa selama program pendidikan (Sudirman). Penilaian pendidikan merupakan suatu proses transformasi yang dilakukan sehingga terjadi perubahan perilaku sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (Suharsimi)
e. Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan (Balitbang Depdiknas).
f.     Penilaian (asesmen) merupakan pengumpulan dan pengelolaan informasi secara sistematis untuk memperbaiki cara belajar peserta didik (Ella Yulaewati, 2007).
g.    Standar penilaian pendidikan adalah criteria mengenai mekaisme, prosedur dan instrument penilaian hasil belajar peserta didik (Permendikbud No. 66 tahun 2013).
h.    Menurut Anthony J. Nitko (1996) menjelaskan penilaian adalah suatu proses pengumpulan informasi yang digunakan untuk membuat keputusan-keputusan tentang peserta didik, kurikulum, program dan kebijakan pendidikan
i. Penilaian hasil belajar, adalah suatukegiatan pengumpulan, pengolahan dan penafsiran informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu untuk membuat suatu keputusan (Ella Yulaewati, 2007).
j.  Zainul, Asmawi dan Noehi Nasution (2001), mengartikan penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan tes maupun non tes.
k.  Assesment is the systematic collection, reviu and use of in formation about educational program undertaken for the purpose of  improving student learning and development (assessment adalah pengumpulan, revieuw dan penggunaan informasi secara sistematik tentang program pendidikan dengan tujuan meningkatkan belajar dan perkembangan siswa. Palombaand Banta (1999).

Dari beragam paparan dan definisi diatas, maka pengertian penilaian  adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil belajar peserta didik sudah tercapai, sikap sudah terbentuk, ketrampilan sudah dikuasai.Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.

Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai. Penilaian adalah kegiatan menentukan nilai suatu objek, seperti baik-buruk, efektif-tidak efektif, berhasil-tidak berhasil, dan semacamnya sesuai dengan kriteria atau tolak ukur yang telah ditetapkan sebelumnya.

Ciri penilaian adalah adanya objek atau program yang dinilai dan adanya kriteria sebagai dasar untuk membandingkan antara kenyataan atau apa adanya dengan kriteria atau apa harusnya. Penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Oleh sebab itu, penilaian hasil dan proses belajar saling berkaitan satu sama lain sebab hasil merupakan akibat dari proses.
Dari segi kegiatan, evaluasi sama dengan menilai, karena aktifitas mengukur biasanya sudah termasuk di dalamnya. Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat hierarki. Artinya ketiga kegiatan tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan secara berurutan.

Sebenarnya proses evaluasi, penilaian, pengukuran, dan tes/pengujian merupakan suatu kegiatan atau proses yang bersifat hirarkis. Artinya kegiatan dilakukan secara berurutan dan berjenjang yaitu dimulai dari proses pengujian dilanjutkan dengan pengukuran kemudian penilaian dan terakhir evaluasi. Sedangkan proses pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian.

Konsep Penilaian menurut peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,  Penilaian terhadap proses dan hasil belajar secara internal dan eksternal. Penilaian internal merupakan penilaian yang dilakukan oleh guru pada saat pembelajaran berlangsung. Sedangkan penilaian eksternal merupakan penilaian yang dilakukan oleh pihak luar yang tidak melaksanakan proses pembelajaran, biasanya dilakukan oleh suatu institusi /lembaga baik didalam maupun diluar negeri.

Sementara pendidikan dipandang sebagai kegiatan bersama guru dan peserta didik dalam kerangka belajar mengajar untuk mengantarkan peserta didik mencapai hasil belajar baik berupa pengetahuan (kognitif), ketrampilan (psikomotor) maupun sikap (afektif). Selanjutnya ketiga ranah tersebut dipandang sebagai satu kesatuan hasil belajar yang disebut kompetensi. Kegiatan belajar mengajar melibatkan tiga unsur pokok yakni input-proses-output. Yang termasuk dalam input tidak hanya peserta didik akan tetapi mencakup segala hal baik orang maupun barang yang terlibat dalam proses kegiatan belajar mengajar, seperti peserta didik, guru, kurikulum, sumber belajar, kebijakan pendidikan, peran serta masyarakat, kondisi sosial budaya, sarana serta prasarana lainnya yang mempengaruhi pendidikan. Yang dimaksud proses adalah interaksi guru vs peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. Beberapa yang terlibat dalam proses antara lain kompetensi pendidik, kualitas Interaksi / Aktivitas KBM, Silabus, RPP, media belajar, motivasi peserta didik, dan sumber belajar. Sedangkan yang dimaksud output  adalah pengetahuan, ketampilan dan sikap hasil proses pendidikan bahkan kinerja pendidikan yang mencakukp input-proses-output. Yang pertama disebut Penilaian (assesment) yaitu proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik; sedangkan yang kedua disebut penilaian autentik yaitu penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output) pembelajaran, yang meliputi ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Dengan demikian asesmen merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan capain kinerja pendidikan baik secara khusus berupa hasil belajar/kompetensi peserta didik  baik dari segi kognitif, afektif maupun psikomotor.. Untuk mengetahui bahwa suatu kompetensi telah dicapai diperlukan informasi yang akurat berupa nilai kuantitatif berwujud angka atau nilai kualitatif berupa kriteria seperti baik, cukup, kurang atau A, B, C, D, E dan semacamnya sebagai representasi hasil belajar untuk digunakan dalam pengambilan keputusan. Keputusan penilaian berhubungan erat dengan sudah atau belum berhasilnya peserta didik dalam mencapai hasil belajar. Sedangkan penilaian autentik menilai kesiapan peserta didik, serta proses dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen (input – proses – output) tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan hasil belajar peserta didik, bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional (instructional effects) dan dampak pengiring (nurturant effects) dari pembelajaran.

Dalam sistem evaluasi hasil belajar, penilaian merupakan langkah lanjutan setelah dilakukan pengukuran. informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran selanjutnya dideskripsikan dan ditafsirkan. Karenanya, menurut Djemari Mardapi (1999: 8) penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran. Menurut Cangelosi (1995: 21) penilaian adalah keputusan tentang nilai. Oleh karena itu, langkah selanjutnya setelah melaksanakan pengukuran adalah penilaian. Penilaian dilakukan setelah siswa menjawab soal-soal yang terdapat pada tes. Hasil jawaban siswa tersebut ditafsirkan dalam bentuk nilai.
Menurut Djemari Mardapi (2004: 18) ada dua acuan yang dapat dipergunakan dalam melakukan penilaian yaitu acuan norma dan acuan kriteria. Dalam melakukan penilaian dibidang pendidikan, kedua acuan ini dapat dipergunakan. Acuan norma berasumsi bahwa kemampuan seseorang berbeda serta dapat digambarkan menurut kurva distribusi normal. Sedangkan acuan kriteria berasumsi bahwa apapun bisa dipelajari semua orang namun waktunya bisa berbeda.

Penggunaan acuan norma dilakukan untuk menyeleksi dan mengetahui dimana posisi seseorang terhadap kelompoknya. Misalnya jika seseorang mengikuti tes tertentu, maka hasil tes akan memberikan gambaran dimana posisinya jika dibandingkan dengan orang lain yang mengikuti tes tersebut. Adapun acuan kriteria dipergunakan untuk menentukan kelulusan seseorang dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Acuan ini biasanya digunakan untuk menentukan kelulusan seseorang. Seseorang yang dikatakan telah lulus berarti bisa melakukan apa yang terdapat dalam kriteria yang telah ditetapkan dan sebaliknya. Acuan kriteria, ini biasanya dipergunakan untuk ujian-ujian praktek.
Dengan adanya acuan norma atau kriteria, hasil yang sama yang didapat dari pengukuran ataupun penilaian akan dapat diinterpretasikan berbeda sesuai dengan acuan yang digunakan. Misalnya, kecepatan kendaraan 40 km/jam akan memiliki interpretasi yang berbeda apabila kendaraan tersebut adalah sepeda dan mobil.

Penilaian autentik sebagai upaya pemberian tugas kepada peserta didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran, seperti meneliti, menulis, merevisi dan membahas artikel, memberikan analisis oral terhadap peristiwa, berkolaborasi dengan antarsesama melalui debat, dan sebagainya. Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah (scientific approach) , karena penilaian semacam ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menanya, menalar, mencoba, dan membangun jejaring. Penilaian autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka yang meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Karenanya, penilaian autentik sangat relevan dengan pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Penilaian autentik merupakan pendekatan dan instrumen penilaian yang memberikan kesempatan luas kepada peserta didik untuk menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sudah dimilikinya dalam bentuk tugas-tugas: membaca dan meringkasnya, eksperimen, mengamati, survei, projek, makalah, membuat multi media, membuat karangan, dan diskusi kelas. Jenid penilaian autentik antara lain penilaian kinerja, penilaian portofolio, dan penilaian projek, termasuk penilaian diri peserta didik. Penilaian autentik adakalanya disebut penilaian responsif, suatu metode untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik yang memiliki ciri-ciri khusus, mulai dari mereka yang mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat dan minat khusus, hingga yang jenius. Penilaian autentik dapat diterapkan dalam berbagai bidang ilmu seperti seni atau ilmu pengetahuan pada umumnya, dengan orientasi utamanya pada proses dan hasil pembelajaran. Hasil penilaian autentik dapat digunakan oleh pendidik untuk merencanakan program perbaikan (remedial), pengayaan (enrichment), atau pelayanan konseling. Selain itu, hasil penilaian autentik dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki proses pembelajaran yang memenuhi Standar Penilaian Pendidikan

Dikatakan bahwa penilaian merupakan proses yang sistematis karena penilaian dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi pencapaian hasil belajar peserta didik, pengolahan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik, dan pengambilan keputusan. Perencanaan penilaian dilakukan untuk memberikan arah agar dapat terlaksana secara efektif dan efisen; penyusunan alat dimaksudkan untuk menghasilkan alat penialain yang valid dan reliabel baik berupa tes maupun non-tes, penyusunan kriteria benar salah,penyusunan norma penilaian, rubrik penilaian, cakupan kompetensi yang akan dinilai, jumlah soal, skor dan skala sikap dan konversi skor menjadi nilai akhir; pengumpulan informasi dimaksudkan sebagai proses mengumpulkan semua dokumen hasil belajar seperti lembar kerja peserta didik, buku catatan,  portofolio.

3.      Pengukuran

Pengukuran sebagaimana namanya dapat diartikan dengan kegiatan untuk mengukur sesuatu. Dalam praktiknya, pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan atau sesuatu yang lain (Anas Sudijono, 1996: 3).  Sebagai contoh jika kita mengukur suhu ruangan berAC dengan termometer, atau mengukur luas suatu ruang belajar dengan meteran, maka yang sedang dilakukan adalah mengkuantifikasi keadaan tempat ke dalam angka karenanya dapat dimengerti bahwa pengukuran itu bersifat kuantitatif berupa angka-angka.

Dengan angka maka seseorang merasa lebih mudah memahami apa yang diukur. Sebagaimana dikemukakan oleh Mardapi (2004: 14) pengukuran pada dasarnya adalah kegiatan penentuan angka terhadap suatu obyek secara sistematis. Karakteristik yang terdapat dalam obyek yang diukur selanjutnya dikonversi menjadi bentuk angka sehingga lebih mudah untuk dinilai. Pengukuran atas aspek-aspek yang terdapat dalam diri manusia seperti kognitif, afektif dan psikomotor dirubah menjadi angka. Kesalahan yang mungkin muncul dalam melakukan pengukuran khususnya dibidang ilmu-ilmu sosial dapat berasal dari alat ukur, cara mengukur dan obyek yang diukur.

Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud pengukuran sebagaimana disampaikan Cangelosi (1995: 21) adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris. Proses pengumpulan ini dilakukan untuk menaksir apa yang telah diperoleh siswa setelah mengikuti pelajaran selama kurun waktu tertentu. Proses ini dapat dilakukan dengan mengamati kinerja mereka, mendengarkan apa yang mereka katakan serta mengumpulkan informasi yang sesuai dengan tujuan melalui apa yang telah dilakukan siswa.

Pengukuran dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan tes. Meski demikian instrumen pengukuran dapat dilakukan dengan cara non-tes seperti pengamatan, wawancara, dan semacamnya. Hal ini dikarenakan salah satu cara yang sering dipakai dan dianggap mudah untuk mengukur hasil belajar yang telah dicapai siswa adalah dengan tes. Selain dengan tes. Jika tes dapat memberikan informasi tentang karakteristik kognitif dan psikomotor, maka nontes dapat memberikan informasi tentang karakteristik afektif obyek.

Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numeric dari suatu tingkatan dimana seseorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu. Pengukuran berkaitan erat dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif. Pengukuran diartikan sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas. Berikut ini akan dikutip beberapa definisi pengukuran yang dirumuskan oleh beberapa ahli pengukuran pendidikan dan psikologi yang acap kali dijadikan acuan beberapa penulis.

Menurut Sudijono (1996:4) maksud dilakukan pengukuran ada tiga macam yaitu : (1) pengukuran yang dilakukan bukan untuk menguji sesuatu seperti orang mengukur jarak dua buah kota, (2) pengukuran untuk menguji sesuatu seperti menguji daya tahan lampu pijar serta (3) pengukuran yang dilakukan untuk menilai. Pengukuran ini dilakukan dengan jalan menguji hal yang ingin dinilai seperti kemajuan belajar dan lain sebagainya.

C.  TUJUAN  PENILAIAN

Mursell mengemukakan bahwa evaluasi menurut syarat-syarat psikologis bertujuan agar guru mengenal siswa selengkap mungkin dan agar siswa mengenal dirinya sesempurna-sempurnanya. Di samping itu, evaluasi juga berguna untuk meningkatkan  hasil pengajaran, karena itu evaluasi tidak dapat dipisahkan dari belajar dan mengajar, dan intinya adalah penilaian belajar dengan tujuan untuk memperbaikinya. Penilaian harus dilakukan oleh  semua yang bersangkutan, bukan hanya guru tapi juga siswa sendiri, dan harus ditinjau dari keseluruhan. Berdasarkan hasil evaluasi, guru dapat mengetahui sampai di mana penguasaan bahan pelajaran atau kecakapan masing-masing siswa.
Selain itu evaluasi juga dapat digunakan guru sebagai alat untuk memperbesar motivasi belajar siswa, sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi. Evaluasi dalam pembelajaran dapat membantu guru dalam mengambil keputusan-keputusan yang epektif dalam pembelajaran. Gronlund mengemukakan ada tiga jenis keputusan yang dapat dilakukan oleh guru berkaitan dengan proses evaluasi yaitu:
1.          keputusan pada permulaan pengajaran
2.          keputusan pada saat pengajaran berlangsung, dan
3.          keputusan pada akhir pembelajaran

Keputusan pada awal pengajaran berkaitan dengan informasi mengenai sejauh mana kemampuan dan keterampilan yang harus dimiliki siswa untuk memulai pelajaran (entering behavior), dan sejauh mana bahan pelajaran yang akan diberikan telah diketahui siswa (pre-test). Keputusan pada saat pengajaran berlangsung berkaitan dengan tugas-tugas belajar mana yang dapat dilakukan oleh siswa dengan baik, dan tugas-tugas mana yang memerlukan pertolongan (perlu dibantu), siswa mana yang menghadapi kesulitan dalam belajarnya sehingga memerlukan program remedial. Keputusan pada akhir pengajaran berkaitan dengan informasi tentang siswa manakah yang telah menguasai bahan pelajaran yang diberikan serta dapat melanjutkan kepada program pengajaran berikutnya, dan nilai apa yang harus diberikan kepada setiap murid.

Selanjutnya Gronlund mengemukakan bahwa evaluasi dalam pembelajaran dapat membantu siswa (a) memperkuat motivasi belajarnya, (b) memperbesar daya ingat dan transfer belajarnya, (c) memperbesar pemahaman siswa terhadap keberadaan dirinya, dan (d) memberikan bahan unpan balik  tentang keefektifan pembelajaran.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan evaluasi dalam pembelajaran adalah meliputi (a) untuk melihat produktivitas dan efektivitas kegiatan belajar mengajar, (b) untuk memperbaiki, dan menyempurnakan kegiatan guru, (c) untuk memperbaiki, menyempurnakan dan mengembangkan  program belajar mengajar, (d) untuk mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi oleh siswa selama kegiatan belajar dan mencarikan jalan keluarnya, dan (e) untuk menempatkan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat sesuai dengan kemampuannya.

Dengan mengetahui makna penilaian di tinjau dari bebagai segi pendidikan, maka tinjauan atau fungsi penilaian ada beberapa hal. Tujuan Penilaian sebagai berikut :
1.      Untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa seperti penentuan kelulusan, penentuan kenaikan kelas, pemberian nilai raport
2.      Sebagai umpan balik terhadap proses pembelajaran yang dilakukan guru sehingga dapat diketahui berhasil atau tidaknya
3.      Untuk menempatkan siswa dalam situasi proses belajar mengajar yang tepat sesuai dengan bakat dan minat siswa contohna penentuan jurusan
4.      Untuk mengetahui latar belakang kesulitan belajar siswa
5.      Untuk mengetahui mutu pendidikan di suatu sekolah
6.      Menentukan tingkat keberhasilan yang telah dicapai oleh suatu kegiatan pendidikan
7.      Untuk mengenal kelemahan dan keunggulan yang dimiliki oleh peserta didik

Tujuan penilaian proses belajar mengajar lebih ditekankan kepada perbaikan dan pengoptimalan kegiatan belajar mengajar, terutama berkaitan dengan efisiensi, efektiivitas dan produktivitas kegiatan tersebut dalam mencapai tujuan pengajaran. Teknik dan instrumen yang sering diigunakan untuk menilai proses ini adalah teknik observasi.
  1. Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui kelbihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya.
  2. Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan.
  3. Menetukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaanya.
  4. Memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada

Dari paparan diatas diketahui bahwa tujuan pokok evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Indikator keefektifan itu dapat dilihat dari perubahan tingkah laku yang terjadi pada peserta didik . Perubahan tingkah laku yang terjadi itu dibandingkan dengan perubahanan tingkah laku yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan isi program pembelajaran. Oleh karena itu,  instrumen evaluasi harus dikembangkan bertitik tolak kepada tujuan dan isi program, sehingga bentuk dan format tes yang dikembangkan sesuai dengan tujuan dan karakteristik bahan ajar serta proporsinya sesuai  dengan keluasan dan kedalaman  materi pelajaran yang diberikan. Hasil evaluasi harus dianalisis dan ditafsirkan secara hati-hati sehingga informasi yang diperoleh  betul-betul akurat mencerminkan keadaan siswa secara objektif. Informasi yang objektif dapat dijadikan bahan masukan untuk perbaikan proses dan program selanjutnya.  Evaluasi dalam pembelajaran tidak semata-mata untuk menentukan ratting siswa melainkan juga harus dijadikan sebagai teknik atau cara pendidikan. Sebagai teknik atau alat pendidikan  evaluasi pembelajaran harus dikembangakan secara terencana dan terintegratif dalam program pembelajaran, dilakukan secara kontinue, mengandung unsur paedagogis, dan dapat lebih mendorong siswa aktif belajar.


D.  FUNGSI DAN KEGUNAAN

Jenis penialain dalam pembelajaran dapat dikelompokan ke dalam empat fungsi, yaitu (a)  formatif, evaluasi dapat memberikan unpan balik bagi guru sebagai  dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program remedial bagi siswa yang belum menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari, (b) sumatif, yaitu dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, menentukan angka nilai sebagai bahan keputusan kenaikan kelas dan laporan perkembangan belajar siswa, serta dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, (c) diagnostik, yaitu dapat mengetahui latar belakang siswa (psikologis, fisik, dan lingkungan), yang mengalami kesulitan belajar, dan (d) seleksi dan penempatan, yaitu hasil evaluasi dapat dijadikan dasar untuk menyeleksi dan menempatkan siswa sesuai dengan minat dan kemampuannya.

Penilaian memiliki fungsi untuk: (1). menggambarkan sejauhmana peserta didik telah menguasai suatu kompetensi, (2) mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk perencanaan program belajar, pengembangan kepribadian, maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan), (3) menemukan kesulitan belajar, kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik, dan sebagai alat diagnosis yang membantu pendidik/guru menentukan apakah seseorang perlu mengikuti remedial atau pengayaan, (4) menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung guna perbaikan proses pembelajaran berikutnya, (5) pengendali bagi pendidik/guru dan sekolah tentang kemajuan perkembangan peserta didik.

Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan, maksudnya untuk mengetahui sejauhmana suatu program berhasil diterapkan. Penilaian berfungsis ebagai diagnostic, apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi syarat, maka dengan melihat hasil tersebut guru akan melihat kelemahan siswa, jadi dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guru mengadakan diagnose kepada siswa untuk kebaikan dan kelemahannya.

1. Fungsi selektif
 Dengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya. Penilaian itu sendiri mempunyai tujuan seperti; untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu, untuk memilih siswa yang dapat naik kelas atau yang seharusnya mendapat beasiswa.
2. Fungsi diagnostik
Apabila alat yang di gunakan dalam penilaian cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa.
3. Fungsi sebagai penempatan
4. Fungsi sebagai pengukur keberhasilan
5. Alat untuk mengetahui tercapai-tidaknya tujuan instruksional
6. Umpan balik bagi perbaikan proses belajar mengajar.
7. Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa kepada para orang tuanya.

Fungsi diatas dari penilaian ini di maksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil di terapkan.Fungsi penilaian dalam proses belajar mengajar.Penilaian yang dilakukan terhadap prosesbelajar- mengajar berfungsi sebagai berkut :
  1. Untuk mengetahui tercapainya tidaknya tujuan pengajaran, dalam hal ini adalah tujuan instruksional khusus. Dengan fungsi ini dapat diketahui tingkat penguasaan bahan pelajaran  yang seharusnya dikuasai oleh para siswa. Dengan perkataan lain dapat diketahui hasil belajar yang dicapai para siswa.
  2. Untuk mengetahui keefektifan proses belajar-mengajar yang telah dilakukan oleh guru. Dengan fungsi ini guru dapat mengetahui berhasil tidaknya ia mengajar. Rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa tidak semata-mata disebabkan oleh kemampuan siswa tetapi juga bisa disebabkan kurang berhasilnya guru mengajar. Melalui penilaian, berarti menilai kemampuan guru itu sendiri dan hasilnya dapat dijadikan bahan dalam memperbaiki usahanya, yakni tindakan mengajar berikutnya.
    
Dengan demikian fungsi penilaian dalam proses belajar-mengajar bermanfaat ganda, yakni bagi siswa dan bagi guru. Penilaian hasil belajar dapat dilaksanakan dalam dua tahap. Pertama, tahap jangka pendek, yakni penilaian yang dilaksanakan oleh guru pada akhir proses belajar-mengajar. Penilaian ini disebut penilaian formatif. Kedua tahap jangka panjang, yakni penilaian yang dilaksanakan setelah proses belajar-mengajar berlangsung beberapa kali atau setelah menempuh periode tertentu, misalnya penilaian tengah semester atau penilaian pada akhir semester. Penilaian ini disebut penilaian sumatif. Dalam proses belajar-mengajar, kedua penilaian tersebut yakni penilaian formatif dan penilaian sumatif penting dilaksanakan. Bahkan prestasi siswa selama satu semester sering digunakan data yang diperoleh dari hasil penilaian formatif dan hasil penilaian sumatif.

Adapun kegunaan penilaian antara lain sebagai berikut:
1.    Memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya dalam proses pencapaian kompetensi.
2.    Memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik sehingga dapat dilakukan pengayaan dan remedial.
3.    Untuk umpan balik bagi pendidik/guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan.
4.    Memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektivitas pendidikan.
5.    Memberi umpan balik bagi pengambil kebijakan (Dinas Pendidikan Daerah) dalam meningkatkan kualitas penilaian yang digunakan

E.  PRINSIP DAN PENDEKATAN PENILAIAN

Prinsip-prinsip evaluasi dalam pembelajaran sangat diperlukan sebagai panduan dalam prosedur pengembangan evaluasi, karena jangkauan sumbangan penilaian dalam usaha perbaikan pembelajaran sebagian ditentukan oleh prinsip-prinsip yang mendasari pengembangan dan pemakaiannya. Berkaitan dengan prinsip-prinsip penilaiai tersebut, Gronlund mengemukakan enam prinsip penialaian, yaitu tes hasil belajar hendaknya:
1.       mengukur hasil-hasil belajar yang telah ditentukan dengan jelas dan sesuai dengan  tujuan pembelajaran,
  1. mengukur sampel yang representatif dari hasil belajar dan bahan-bahan yang tercakup dalam pengajaran,
  2. mencakup jenis-jenis pertanyaan/soal yang paling sesuai untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan,
  3. direncanakan sedemikian rupa agar hasilnya sesuai dengan yang akan digunakan secara khusus,
  4. dibuat dengan reliabilitas yang sebesar-besarnya dan harus ditafsirkan secara hati-hati, dan
  5. dipakai untuk memperbaiki hasil belajar.

Dalam melaksanakan penilaian mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.    Memandang penilaian dan kegiatan pembelajaran secara terpadu.
2.    Mengembangkan strategi yang mendorong dan memperkuat penilaian sebagai cermin diri.
3.    Melakukan berbagai strategi penilaian di dalam program pembelajaran untuk menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar peserta didik.
4.    Mempertimbangkan berbagai kebutuhan khusus peserta didik.
5.    Mengembangkan dan menyediakan sistem pencatatan yang bervariasi dalam pengamatan kegiatan belajar peserta didik.
6.    Menggunakan cara dan alat penilaian yang bervariasi. Penilaian dapat dilakukan dengan cara tertulis, lisan, produk portofolio, unjuk kerja, proyek, dan pengamatan tingkah laku.
7.    Melakukan penilaian secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil, dalam bentuk: ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.

Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.      Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai
2.      Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan
3.      Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan pelaksanaan, dan pelaporannya
4.      Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak
5.      Akutabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya
6.      Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.


F.   RUANG LINGKUP, TEKNIK, DAN INSTRUMEN PENILAIAN

1.    Ruang Lingkup

Penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relative setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan. Cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup materi, kompetensi mata pelajaran /kompetensi program, dan proses.Hasil belajar siswa, bila diklasifikasikan berdasarkan taxonomy Bloom meliputi; aspek kognitif, sikap dan keterampilan. Oleh karena itu, penilaian hasil belajar juga harus bersifat komprehensif (menyeluruh) meliputi ketiga aspek di atas. Disamping itu, proses belajar mengajar (pembelajaran) yang ditempuh oleh guru dan siswa juga harus mendapat perhatian dalam penilaian ini. Sebagai bahan masukan untuk perbaikan proses pembelajaran berikutnya.

Secara umum bentuk-bentuk soal yang digunakan untuk menilai aspek kognitif dapat diklasifikasikan ke dalam lima bentuk soal, yaitu (a) soal bentuk pilihan ganda, (b) soal bentuk benar salah, (c) soal menjodohkan, (d) uraian /jawaban singkat, dan (e) soal bentuk uraian bebas ( free essay). Dilihat dari segi cara atau pola jawaban yang diberikan, soal dapat dibedakan ada soal yang telah disediakan jawabannya, peserta tes tinggal memilih jawaban tersebut (pilihan ganda, benar salah, menjodohkan) dan ada soal yang tidak disediakan jawabannya (uraian). Kemudian dilihat dari segi  cara pemberian skornya, dibedakan ke dalam soal yang bersifat objektif dan soal yang bersifat subjektif.

Sikap merupakan bagian dari hasil belajar, dengan demikian sikap dapat dibentuk, diarahkan, dipengaruhi dan dikembangkan. Sikap seorang siswa menentukan bagaimana ia bereaksi terhadap situasi yang dihadapi dan menentukan apa yang dicari dan diperjuangkan dalam kehidupannya. Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek, dan sikap terhadap objek tersebut muncul setelah ia mempelajari, mengamati dan mengenali objek itu. Ada dua kemungkinnan sikap individu terhadap suatu objek yang dipelajarinya, sikap positif atau sikap negatif. Sikap positif muncul apabila individu itu memandang objek tersebut bernilai dan akan muncul sikap negatif apabila individu memandang objek tersebut bukan saja tidak bernilai, juga mmerugikan. Sikap siswa dapat dibentuk melalui pengalaman yang berulang-ulang, imitasi (peniruan), identifikasi (mengenali  secara mendalam) dan sugesti.

Untuk mengukur hasil belajar aspek sikap, paling tepat menggunakan instrumen sekala sikap. Yaitu sejenis angket tertutup dimana pertanyaan/pernyataan mengandung sifat nilai-nilai sikap yang menjadi tujuan pengajaran. Salah satu jenis sekala sikap yang banyak digunakan  adalah sekala Likert.

Penilaian penampilan (keterampilan) berkenaan dengan hasil pengajaran yang berkaitan dengan aspek keterampilan. Seperti halnya dengan jenis penilaian yang lain, hakekat penilaian penampilan terutama ditentukan oleh karakteristik hasil belajar yang akan diukur. Penilaian penampilan mengacu kepada prosedur melakukan suatu kegiatan dan atau mengacu kepada hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Dengan kata lain, mengukur tingkat kemahiran tingkat keterampilan seseorang tentang suatu kegiatan bisa dilihat pada saat seseorang sedang melakukan  kegiatan atau dilihat dari hasil/produk dari kegiatan tersebut.

Walaupun pengukuran pengetahuan dapat menggambarkan kemampuan peserta didik melakukan sesuatu kegiatan dalam situasi tertentu, namun penilaian penampilan diperlukan untuk menilai kemampuan yang sebenarnya. Meskipun penilaian penampilan amat diperlukan, namun seringkali diabaikan dalam penilaian hasil belajar. Hal ini disebabkan:
Pertama, banyak guru/penilai yang beranggapan bahwa untuk mengukur penampilan peserta didik cukup dilakukan melalui tes pengetahuan saja. Padahal yang sesungguhnya, tes pengetahuan hanya tepat jika penilai ingin mengukur apa yang diketahui peserta didik tentang sesuatu, sedangkan jika ingin mengetahui sejauhmana kemahiran peserta didik didalam menampilkan suatu kegiatan, yang harus digunakan adalah tes penampilan. Dengan demikian skor tes pengetahuan jelas tidak dapat dipakai untuk menggambarkan keterampilan penampilan peserta didik. Kedua, pelaksanaan penilaian relatif lebih sukar dibandingkan penilaian terhadap aspek pengetahuan. Tes penampilan memerlukan waktu lebih banyak untuk mempersiapkan dan melaksanakannya serta pemberian skornya sering subjektif dan membebani.

Mutu hasil penilaian penampilan akan sangat tinggi apabila menempuh prosedur yang benar dan sistematis. Adapun prosedur penilaian penampilan secara umum meliputi : (l) memilih topik / pokok bahasan, (2) merumuskan tujuan pembelajaran/pelatihan, (3) mengidentifikasi penampilan yang hendak diukur, (4) memilih jenis tes yang digunakan, (5) merumuskan instruksi (suruhan) kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik, dan (6) membuat format penilaian.

Penilaian terhadap proses  seringkali diabaikan, setidaknya  tidak mendapat porsi yang seimbang  dengan penilaian terhadap hasil. Padahal pendidikan tidak berorientasi kepada hasil semata, tetapi juga kepada proses. Terlebih-lebih saat ini sedang digalakan sistem pembelajaran yang menekankan kepada keterampilan proses, dimana kegiatan siswa di dalam mencari dan mengolah informasi materi pelajaran mendapat porsi yang sangat tinggi (student centre). Penilaian terhadp hasil belajar semata tanpa menilai proses, cenderung siswa menjadi kambing hitam kegagalan pendidikan. Padahal tidak menutup kemungkinan penyebab kegagalan itu adalah lemahnya proses pengajaran, dimana guru sebagai penanggung jawabnya.

Ruang lingkup dari evaluasi dalam pendidikan di sekolah mencakup tiga komponen utama, yaitu: evaluasi mengenai program pengajaran, evaluasi mengenai proses pelaksanaan pengajaran, evaluasi mengenai hasil belajar (hasil pengajaran).Komponen ruang lingkup evaluasi pendidikan itu sebagai berikut:

a. Evaluasi Program Pengajaran
Evaluasi atau penilain terhadap program pengajaran akan mencakup tiga hal, yaitu: evaluasi terhadap tujuan pengajaran, evaluasi terhadap isi program pengajaran, dan evaluasi terhadap strategi belajar mengajar.

b. Evaluasi Proses Pelaksanaan Pengajaran
Tujuan penilaian proses belajar mengajar lebih ditekankan kepada perbaikan dan pengoptimalan kegiatan belajar mengajar, terutama berkaitan dengan efisiensi, efektiivitas dan produktivitas kegiatan tersebut dalam mencapai tujuan pengajaran. Teknik dan instrumen yang sering diigunakan untuk menilai proses ini adalah teknik observasi.Evaluasi mengenai proses pelaksanaan pengajaran akan mencakup:
1) Kesesuaian antara proses belajar mengajar yang berlangsung, dengan garis-garis besar program pengajajaran yang telah ditentukan
2) Kesiapan guru dalam melaksanakan program pengajaran
3) Kesiapan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
4) Minat atau perhatian siswa di dalam mengikuti pelajaran
5) Keaktifan atau partisipasi siswa selama proses pembelajaran berlangsung
6) Peranan bimbingan dan penyuluhan terhadap siswa yang memerlukannya
7) Komunikasi dua arah antara guru dan murid selama proses pembelajran berlangsung
8) Pemberian dorongan atau motivasi  terhadap siswa
9) Pemberian tugas-tugas kepada siswa dalam rangka penerapan teori-teori yang diperolehan di dalam kelas
10) Upaya menghilangkan dampak negatif yang timbul sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah.

c. Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi terhadap hasil belajar peserta  didik ini mencakup:
1) Evaluasi mengenai tingkat  penguasaan peserta didik terhadap tujuan-tujuan khusus yang ingin dicapai dalam unit-unit program pengajaran yang bersifat terbatas
2) Evaluasi mengenai tingkat pencapain peserta didik terhadap tujuan-tujuan umum pengajaran.

2. Subjek dan Objek Evaluasi Pendidikan
a. Ranah Kognitif (Pengetahuan/ Pemahaman)
Ranah Kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Dalam ranah kognitif ada 6 jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang tertinggi. Keenam jenjang tersebut dijelaskan Bloom dalam Anas adalah sebagai berikut:
1)        Pengetahuan (Knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (Recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya.
2)        Pemahaman (Comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat dari berbagai segi sehingga dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan kata-kata sendiri.
3)        Penerapan atau aplikasi (Aplication) adalah kesanggupan sesorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan konkret.
4)        Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau factor-faktor yang satu dengan faktor-faktorlainnya.
5)        Sintesis (Synhtesis) adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis.sintesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang berstruktur atau berbentuk pola baru.
6)        Evaluasi (Evaluation) adalah merupakan kemampuan seseorang membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide.

b. Ranah Afektif (Sikap)
Ranah Afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan dan nilai. Ranah Afektif memiliki 5 jenjangnya, Krathwohl dalam Anas menyatakan sebagai berikut:
1)   Receiving (Attending) adalah kepekaan seseorang dalam menerima ransangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.
2)    Responding (menanggapi) adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikuti sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara.
3)    Valuing (menilai) adalah memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian dan penyesalan.
4)    Organization (mengatur) adalah mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal, yang membawa kepada perbaiakan umum.
5)    Characterization by a Value Complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua system nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.

Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap saat karena perubahan tingkah laku siswa tidak dapat berubah sewaktu-waktu. Di dalam petunjuk pelaksanaan penilaian pendidikan sejarah perjuangan bangsa (PSPB)  disebutkan bahwa penilaian ranah kognitif bertujuan mengukur pengembangan penalaran, sedangkan tujuan penilaian afektif adalah:
1)   Untuk mendapatkan umpan balik (feedback) baik bagi guru maupun siswa sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar-mengajar dan mengadakan program perbaikan (Remedial program) bagi anak didiknya.
2)   Untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah laku anak didik yang dicapai yang antara lain diperlukan sebagai bahan bagi: perbaikan tingkah laku anak didik, pemberian laporan kepada orang tua, dan penentuan lulus tidaknya anak didik.
3)   Untuk menempatkan anak didik dalam situasi belajar-mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat pencapaian dan kemampuan serta karakteristik anak didik.
4)   Untuk mengenal latar belakang kegiatan belajar dan kelainan tingkah laku anak didik.

c. Ranah Psikomotor (Keterampilan)
Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (Skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
Pengukuran ranah psikomotorik dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan. Namun demikian biasanya pengukuran ranah ini disatukan atau dimulai dengan pengukuran ranah kognitif sekaligus. Instrument yang digunakan mengukur keterampilan biasanya berupa matriks.

Ranah Psikomotorik lebih menekan kepada keterampilan siswa dalam mengerjakan sesuatu setelah mendapatkan hasil belajar kognitif dan afektif. Hal ini dapat terlihat saat siswa mempraktekkan keilmuannya dalam setiap kegiatan dilabor-labor mata pelajran. Bagian dari  dari ranah psikomotorik  ada 7 yang dijelaskan oleh Sudaryono dalam bukunya yaitu:
1)      Persepsi mencakup kemampuan untuk mengadakan deskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan, yang dinyatakan dengan adanya suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya rangsangan dan perbedan antara rangsangan-rangsangan yang ada.
2)      Kesiapan mencakup kemampuan untuk menempatkan diri dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan, yang dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani dan mental.
3)      Gerakan terbimbing mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik, yang dinyatakan dengan menggerakkan anggota tubuh menurut yang telah diberikan.
4)      Gerakan yang terbiasa mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkain gerak-gerik dengan lancer, tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan, karena ia sudah mendapat latihan yang cukup, yang dinyatakan dengan mengerakkan anggota-anggota tubuh.
5)      Gerakan yang kompleks mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu keterampilan, yang terdiri atas berbagai komponen, dengan lancer, tepat, dan efisien, yang dinyatakan dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan, serta menggabungkan beberapa sub keterampilan menjadi suatu keseluruhan gerakan yang teratur.
6)      Penyesuain pola gerakan mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan penyesuain pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan suatu taraf keteranpilan yang telah mencapai kemahiran.
7)      Kreativitas mencakup kemampuan untuk melahirkan pola-pola gerak-gerik yang baru, yang dilakukan atas prakarsa atau inisiatif sendiri.
8)      Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.

3.  Teknik dan Instrumen Penilaian
Teknik dan instrumen yang digunakan untuk penilaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut :
a.       Penilaian kompetensi sikap
Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat” (peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antar peserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
1)      Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisis ejumlah indikator perilaku yang diamati.
2)      Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapain kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri.
3)      Penilaian antar peserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan percapaian kompetensi instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antar pesertad idik.
4)      Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan diluar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku
b.      PenilaianKompetensiPengetahuan
Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan
1)      Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran.
2)      Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan
3)      Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan /atauprojek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas
c.       Penilaian kompetensi keterampilan
Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja  yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemontrasikan suatu kompentensi tertentu dengan menggunakan te spraktik, projek, dan penilaian portofolio. Intrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang  dilengkapi rubrik.
1)      Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan ketentuan kompetensi.
2)      Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu.
3)      Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat. Reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian peserta didik terhadap lingkungannya.
Intrumen penilaian harus memenuhi persyaratan :
1)      Substansi yang merepresentasikan kompetensi yang dinilai ;
2)      Konstruksi yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk intrumen yang digunakan; dan
3)      Pengunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.

4.    Langkah-Langkah Pengembangan Penilaian Pembelajaran
Agar dapat memperoleh hasil yang efektif  penilaian hasil belajar perlu direncanakan secara sistematis sehingga jelas abilitas yang hendak diukur, materi, alat dan interpretasi penilainnya. Beberapa  hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan evaluasi hasil belajar yaitu, (1) pengambilan sampel dan pemilihan butir soal, (2) tipe tes yang akan digunakan, (3) aspek yang akan diuji, (4) format butir soal, (5) jumlah butir soal, (6) distribusi tingkat kesukaran butir soal.

Empat langkah pokok dalam pengembangan penilaian pembelajaran yaitu (1) menentukan tujuan tes, (2) mengidentifikasi hasil belajar yang akan diukur, (3) membuat tabel spesifikasi (kisi-kisi tes), dan (4) menulis soal yang relevan dengan kisi-kisi tes. Kemudian dalam menentukan bentuk soal mana yang akan digunakan, perlu mempertimbngkan hal-hal berikut (1) karakteristik mata pelajaran yang  akan diujikan, (b) tujuan khusus pembelajaran yang harus dicapai siswa, (3) tipe informasi yang dibutuhkan dari tujuan evaluasi, (4) usia dan tingkat perkembangan mental siswa yang akan mengikuti tes, dan (5) besarnya kelompok siswa yang akan mengikuti tes .

Kualitas tes khususnya yang berkaitan dengan validtas dan reliabilitas tes, banyak ditentukan oleh prosedur yang ditempuh dalam pengembangannya. Mulai dari penentuan tujuan penilaian, pengambilan sampel bahan tes, penentuan abilitas yang hendak diukur, penentuan bentuk dan format tes, penggunaan bahasa dan kalimat yang digunakan dalam penulisan butir soal, teknik pengolahan dan  analisis  hasil penilaian. Karakteristik tujuan dan materi pelajaran  juga menentukan bentuk dan format tes yang harus dikembangkan. Mengukur kemampuan aspek pengetahuan berbeda caranya  dengan mengukur kemampuan aspek keterampilan dan sikap, demikian pula mengukur kemampuan siswa dalam pelajaran bahasa berbeda dengan mengukur kemampuan siswa dalam pelajaran ilmu pasti. Adapun langkah-langkah umum pengembangan alat penilaian adalah sebagai berikut :
1)  Mengidentifikasi kompetensi, pokok  bahasan dan sub pokok bahasan serta tujuan  pengajaran
2)        Pada tahap ini guru menginventarisir kompetensi apa yang diharapkan dimiliki oleh siswa, pokok-pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang telah diberikan kepada siswa serta  tujuan khusus maupun tujuan umum dalam setiap bidang studi/mata pelajaran dalam satuan waktu tertentu sesuai dengan peruntukan test. Misalnya, satu catur wulan, satu tahun atau satu satuan jenjang pendidikan seperti EBTA
3)        Menentukan sample aspek kemampuan yang akan diukur
4)        Dari sekian banyak pokok bahasan/sub pokok  dan tujuan pengjaran, diambil sebagian unuk dikembnagkan ke dalam alat penelitian (test) sesuaui dengan jumlah soal yang dibutuhkan dan waktu yang tersedia untuk test tersebut. Penentuan sample tersebut harus dilakukan dengan cermat sehingga dapat mewakili atau mencerminkan ruang lingkup kemampuan siswa yang sebenarnya.
(5)     Membuat tabel spesifikasi atau kisi-kisi test. Pada intinya kisi-kisi test ini merupakan gambaran mengenai ruang lingkup dan isi dari apa yang akan ditestkan, serta memberikan perincian mengenai penyebaran soal-soal dalam setiap jenjang/aspek kemampuan ke dalam bentuk soal yang akan dikembangkan (pilihan ganda, menjodohkan, benar salah atau uraian).
(6)      Kisi-kisi ini disusun berdasarkan hasil penyampelan ruang lingkup materi test yang telah ditetapkan pada langkah kedua ( poin b ).Format kisi-kisi beragam bentuknya, namun pada intinya menyangkut unsur-unsur; identitas sekolah dan bidang studi, tujuan umum, pokok/sub pokok bahasan yang akan ditestkan, bentuk soal yang akan dikembangkan, dan jumlah soal atau panjang test. Format kisi-kisi ini biasanya berbentuk matrik.
(7)     Penulisan soal mengacu pada kisi-kisi yang telah dibuat, langkah selanjutnya adalah menulis soal pada setiap pokok bahasan dan setiap unsur kemampuan sesuai dengan yang telah dientukan dalam kisi-kisi. Setiap pertanyaan yang  harus dijawab dan setiap suruhan yang harus dilakukan oleh setiap peserta test dirumuskan sedemikian rupa sehingga jelas apa yang ditanyakan dan jawaban apa yang dituntut dari peserta test.Untuk memperoleh rumusan soal yang baik, setelah soal itu ditulis hendaknya diadakan review dan revisi sampai merasa yakin bahwa rumusan soal tersebut sudah tepat menurut kaidah-kaidah penulisan soal.Bila semua soal telah dirumuskan maka kegiatan selanjutnya menyusun atau mengorganisir soal-soal tersebut menjadi sebuah test. Penetuan nomor soal sebaiknya diacak agar skor yang diperoleh dari test tersebut dapat dipercaya. Langkah-langkah dalam penulisan soal ini meliputi merumuskan definisi konsep materi yang akan diteskan, merumuskan definisi oprasional dari konsep yang telah ditetapkan, menentukan indikator-indikator dan menulis butir soal.
(8)     Pelaksanaan/penyajian test. Setelah penulisan soal selesai dan telah disusun penomorannya serta telah diperbanyak sesuai dengan jumlah peserta test, kemudian test tersebut disajikan kepada peserta test. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan test antara lain : waktu yang harus disediakan untuk mengerjakan test, petunjuk cara mengerjakan soal, pengaturan posisi tempat duduk siswa, dan menjaga ketertiban dan ketenagaan suasana kelas, sehimga peserta test dapat mengerjakan soal-soal tersbut dengan penuh konsentrasi.
(9)     Pemeriksaan hasil test. Hasil jawaban peserta test hendaknya diperiksa dengan cermat dan diberi skor sesuai dengan petunjuk/pedoman penskoran yang telah ditetapkan. Teknik penskoran dalam setiap bentuk soal biasanya berbeda-beda. Oleh karena itu pedoman penskoran harus ditentukan terlebih dahulu. Buatlah kunci jawaban atau rambu-rambu jawaban yang diinginkan beserta pembobotan skornya, sediakan waktu dan tenaga yang cukup leluasa sehingga tidak terburu-buru terutama dalam pemeriksaan hasil test soal bentuk uraian.
(10) Pengolahan dan penafsiran hasil test. Skor yang diperoleh dari test dapat diolah dalam berbagai tekhnik pengolahan tergantung informasi yang dibutuhkan. Seperti rata-rata skor, standar deviasi, variansi, kecenderungan sentral, menentukan batas lulus, mentransper skor ke dalam nilai baku (skala 10, skala 4, dan lain-lain). Ada dua pendekatan penafsiran hasil test yaitu berdasarkan acuan patokan (PAP) dan pendekatan berdasarkan acuan norma (PAN).  Acuan patokan untuk mendeskripsikan tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang ditestkan., sedangkan acuan norma untuk melihat kedudukan diantara siswa/peserta test. Pendekatan yang mana yang akan dipilih tergantung kepada tujuan dari pelaksanaan test.
(11) Penggunaan hasil test. Penggunaan hasil test ini sangat erat kaitannya dengan tujuan test tersebut, apakah untuk tujuan formatif, sumatif, diagnostik, atau penempatan. Hasil penilaian in sangat berguna terutama sebagai  bahan perbaikan program pengajaran, melihat tingkat ketercapaian kurikulum, memotivasi belajar siswa, bahan laporan kepada orang tua siswa dan sebagai bahan laporan kepada atasan untuk kepentingan supervisi dan monotoring program serta sebagai bahan penyusunan progran berikutnya sebagai tindak lanjut.

5          5. Teknik dan Alat Penilaian
Secara umum alat penilaian dapat dikelompokan kedalam dua kelompok , alat penilaian bentuk tes dan alat penilaian bukan tes.

a.    Bentuk Tes
Dari segi pelaksanaannya, tes dibagi kedalam tiga kategori; tes tulisan, tes lisan dan tes tindakan. Dari segi  bentuk soal dapat diklasifikasikan ke dalam lima bentuk soal, yaitu (a) soal  pilihan ganda, (b) soal  benar salah, (c) soal menjodohkan, (d) uraian /jawaban singkat, dan (e) soal bentuk uraian bebas ( free essay). Dilihat dari segi cara atau pola jawaban yang diberikan, soal dapat dibedakan ada soal yang telah disediakan jawabannya, peserta tes tinggal memilih jawaban tersebut (pilihan ganda, benar salah, menjodohkan) dan ada soal yang tidak disediakan jawabannya (uraian). Kemudian dilihat dari segi  cara pemberian skornya, dibedakan ke dalam soal yang bersifat objektif dan soal yang bersifat subjektif.

Agar informasi tentang karakteristik tingkah laku individu yang dinilai akurat atau mencerminkan mendekati keadaan yang sebenarnya, sehingga informasi itu dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat keputusan penting dalam pendidikan dan pengajaran,  maka tes yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis sebagai alat ukur yang baik. Karakteristik tes  yang baik menurut Hopkins dan Antes adalah  tes tersebut memiliki keseimbangan, spesifik dan objektif.

Keseimbangan dan kehususan (spesifikasi) berkaitan langsung dengan validitas,  objektivitas berkaitan langsung dengan reliabilitas dan berkaitan tidak langsung dengan validitas, yaitu melalui keterkaitan antara validitas dan reliabilitas. Untuk memperoleh prangkat tes yang seimbang  (proporsional) , dapat dilakukan dengan cara  membuat tabel spesifikasi (kisi-kisi) mengenai topik-topik yang akan dimasukan ke dalam perangkat tes. Untuk memperoleh butir-butir soal yang spesifik dapat dilakukan melalui identifikasi kompetensi dan tujuan-tujuan khusus pembelajaran, selanjutnya  dijadikan dasar perumusan butir soal. Dengan cara-cara di atas,  dapat diharapkan butir-butir soal yang dirumuskan dapat menjadi sampel yang representatif dalam perangkat tes itu.

Ebel mengemukakan lebih terinci lagi, ada 10 kriteria perangkat tes yang baik; (1) relevansi, yaitu kesesuaian antara tes yang dikembangkan dengan kurikulum yang telah ditentukan, (2) keseimbangan antara tujuan pembelajaran khusus dengan jumlah butir soal yang mewakilinya, (3) efisien baik dalam pelaksanaan tes, pemberian skor dan pengadministrasiannya, (4) objektif dalam pemberian skor dan penafsiran hasilnya, (5) spesifikasi, yaitu tes hanya mengukur hal-hal khusus yang telah diajarkan, (6)  tingkat kesukaran butir soal berada disekitar indeks 0,50 (7) memiliki kemampuan untuk membedakan antara kelompok siswa yang pandai dengan  kelompok siswa yang  assor, (8) memiliki tingkat reliabilitas yang cukup tinggi, (9) kejujuran dan keadilan dalam pelaksanaan evaluasinya, (10) memiliki kecepatan (speed) yang wajar dalam penyelesaian tesnya.

b.      Bentuk Non Tes
(1)     Wawancara dan Quistioner
Sebagai alat penilaian, wawancara dan quistioner sangat efektif untuk menilai hasil belajar siswa yang berkaitan dengan pendapat, keyakikan, aspirasi, 17harapan, prestasi, keinginan dan lain-lain.  Sebagai alat penilaian, wawancara memiliki kelebihan yaitu dapat berkomunikasi langsung dengan siswa, sehingga siswa dapat mengungkapkan jawaban dengan lebih bebas dan mendalam. Disamping itu, melalui wawancara dapat dibina hubungan yang lebih baik. Ada dua macam wawancara, pertama wawancara yang berstruktur dan yang kedua wawancara tidak berstruktur/bebas.

Seperti halnya wawancara, quistioner juga memiliki kelebihan yaitu bersifat praktis, hemat waktu dan tenaga. Namun demikian, questioner memiliki kelemahan yang mendasar, yaitu seringkali jawaban yang diberikan tidak objektif,  siswa memberi jawaban yang pura-pura. Wawancara juga ada dua macam, yang berstruktur dan tidak berstruktur. Yang berstruktur setiap pertanyaan sudah disediakan jawabannya, siswa tinggal memilih/mencocokannya. Sedangkan yang tidak berstruktur siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan jawabannya sendiri.

(2)   Skala
Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat atau perhatian, yang disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden yang hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang digunakan.Ada dua jenis sekala yang sering digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar siswa, yaitu sekala sikap dan sekala penilaian.

(a) Skala sikap
Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan seseorang berprilaku. Sikap juga dapat diartikan reaksi seseorang terhadap stimulus yang datang pada dirinya. Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya berupa katagori sikap, yakni mendukung, menolak atau netral.

Ada tiga komponen  sikap yakni kognisi (berkenaan dengan pengetahuan tentang objek), afeksi (berkaitan dengan perasaan terhadap objek), dan konasi (berkaitan dengan kecenderungan berprilaku terhadap objek itu).Ada beberapa bentuk skala yang biasa digunakan untuk menilai derajat  sifat nilai sikap seseorang terhadap suatu objek , antara lain :
(i)        Menggunakan bilangan , untuk menunjukan  tingkat-tingkat dari sifat (objek ) yang dinilai. Misalnya, 1, 2, 3, 4 dan seterusnya.
(ii)      Menggunakan frekuensi terjadinya/timbulnya sikap itu. Misalnya; selalu, seringkali, kadang-kadang, pernah, dan tidak pernah.
(iii)    Menggunakan istilah-istilah yang bersifat kualitatif. Misalnya; bagus sekali, baik, sedang, dan kurang. Atau istilah-istilah; sangat setuju, stuju, tidak punya pendapat, tidak stuju, dan sangat tidak setuju.
(iv)     Menggunakan istilah-istilah yang menunjukan status/ kedudukan. Misalnya; paling rendah, di bawah rata-rata, di atas rata-rata, dan paling tinggi.
(v)      Menggunakan kode bilangan atau huruf. Misalnya;  selalu diberi kode 5, kadang-kadang 4, jarang, 3, jarang sekali 2, dan tidak pernah diberi kode bilangan 1.

(b)     Skala penilaian,
Skala penilaian mengukur penampilan atau prilaku siswa melalui pernyataan prilaku pada sutu titik kontinum atau suatu katagori yang bermakna nilai. Titik atau kategori itu diberi rentangan nilai dari yang tertinggi sampai yang terendah. Rentangan ini bisa berupa hurup abjad (A, B, C, D)  atau angka (1,2,3 4). Hal yang harus diperhatikan adalah kriteria sekala nilai, yakni penjelasan oprasional untuk setiap alternatif jawaban.

Skala penilaian lebih tepat digunakan untuk mengukur suatu proses, misalnya proses belajar pada siswa, atau hasil belajar yang berbentuk prilaku (performance), seperti hubungan sosial diantara siswa atau cara-cara memecahkan masalah.

(3)   Observasi
Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu atau terjadinya suatu proses kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situsi buatan. Observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar seperti:tingkah laku siswa pada waktu belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas dan lain-lain.

Ada tiga jenis observasi yaitu observasi langsung, observasi dengan menggunakan alat (tidak langsung) dan observasi partisipasi. Ketiga jenis observasi itu digunakan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan dari kegiatan observasi tersebut.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam mengembangkan penilaian dengan menggunakan teknik observasi adalah sebagai berikut:
(a)       Tentukan aspek kegiatan yang akan diobservasi.  Aspek kegiatan ini mungkin berkaitan dengan kegiatan siswa secara individu, kegiatan siswa  secara kelompok, interaksi guru dengan siswa, interaksi antara siswa dengan siswa dan lain sebagainya.
(b)      Menentukan pedoman observasi yang akan digunakan. Tentukan bentuk pedoman observasi yang akan digunakan, apakah bentuk bebas (tidak perlu ada jawaban, tetapi mencatat apa yang nampak) atau pedoman yang berstruktur (memakai alternatif jawaban). Bila dipakai bentuk yang berstruktur, tetapkan pilihan jawaban serta  indikator-indikator setiap jawaban sebagai pedoman dalam pelaksanaanya nanti.
(c)       Melaksanakan observasi, yaitu mencatat tingkah laku yang terjadi pada saat kegiatan berlangsung. Cara dan teknik pencatatannya sesuai dengan format atau bentuk pedoman observasi yang digunakan.
(d)      Mengolah hasil observasi.

(4) Studi kasus
Studi kasus pada dasarnya mempelajari individu secara intensif yang dipandang memiliki kasus tertentu. Misalnya mempelajari anak yang sangat bandel/nakal, sangat rajin, sangat piter, atau sangat lamban dalam belajar. Kasus-kasus tersebut dipelajari secara mendalam, yaitu mengungkap segala variabel yang diduga menjadi penyebab timbulnya prilaku atau keadaan khusus tadi dalam kurun waktu tertentu. Tekanan utama dalam studi kasus adalah mencari tahu mengapa individu melakukan sesuatu dan apa pengaruhnya terhadap lingkungan.

Kelebihan studi kasus sebagai alat penilaian adalah subjek dpelajari secara mendalam dan menyeluruh, sehingga karakter individu tersebut dapat diketahui dengan selengkap-lengkapnya. Namun demikian, studi kasus sifatnya sangat subjektif, artinya informasi yang diperoleh hanya berlaku untuk individu itu saja, tidak dapat digeneralisir untuk individu lain sekalipun memiliki kasus yang hampir sama.

(5)   Sosiometri
Banyak ditemukan di lingkungan sekolah siswa yang kurang mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya. Ia nampak murung, mengasingkan diri, mudah tersinggung, atau bahkan oper acting. Hal ini bisa dilihat ketika siswa sedang bermain atau sedang mengerjakan tugas-tugas kelompok. Gejala-gejala tersebut menunjukan adanya kekurang mampuan siswa dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kondisi  ini perlu diketahui oleh guru dan dicarikan upaya untuk memperbaikinya, karena kondisi seperti itu dapat mengganggu proses belajarnya. Salah satu cara untuk mengetahui kemampuan siswa dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya adalah dengan teknik sosiometri. Dengan teknik ini dapat diketahui  posisi siswa dalam hubungan sosialnya dengan siwa lainnya. Misalnya ada siswa yang terisolasi dari kelompoknya, siswa yang paling disukai oleh teman-temannya, siswa yang memiliki hubungan mata rantai, dan sebagainya.

Sosiometri dapat dilakukan dengan cara menyuruh siswa di kelas untuk memmilih satu atau dua teman yang paling disukainya. Usahakan tidak terjadi kompromi untuk saling memilih diantara siswa. Atau dapat pula siswa disuruh memilih siswa yang kuarang disukainya. Dengan cara di atas, dapat diketahui siswa-siswa mana yang menghadapi kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya, kemudian diberi bantuan.

(6)   Penilaian Acuan Norma dan Penilaian Acuan Patokan
Pendekatan penilaian yang membandingkan hasil pengukuran seseorang dengan hasil pengukuran yang diperoleh orang – orang lain dalam kelompoknya, dinamakan Penilaian Acuan Norma (Norm–Refeereced Evaluation). Dan pendekatan penilaian yang menbanding hasil pengukuran seseorang dengan patokan “batas lulus” yang telah ditetapkan, dinamakan Penilaian Acuan Patokan (Criterian–refenced Evaluation).

(a)     Penilaian Acuan Norma (PAN)
Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah nilai sekelompok peserta didik (siswa) dalam suatu proses pembelajaran didasarkan pada tingkat penguasaan di kelompok itu. Artinya pemberian nilai mengacu pada perolehan nilai di kelompok itu. Penilaian Acuan Norma (PAN) dilakukan dengan cara membandingkan nilai seorang siswa dengan nilai kelompoknya. Jadi dalam hal ini prestasi seluruh siswa dalam kelas/kelompok dipakai sebagai dasar penilaian. Dalam penggunaan penilaian acuan norma, prestasi belajar seorang sisiwa dibandingkan dengan siswa lain dalam kelompoknya. (Suharsini Arikunto,2010,237).

Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa Penilaian Acuan Norma adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelmpok; nilai-nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk di dalam kelompok itu.

Penilaian Acuan Normatif menggunakan kriteria yang bersifat “relative”. Artinya, selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi dan atau kebutuhan pada waktu tersebut. Nilai hasil dari Penilaian Acuan Norma tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan peserta didik (peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya).

(b)   Penilaian Acuan Patokan (PAP)
PAP pada dasarnya berarti penilain yang membandingkan hasil belajar mahasiswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian ini menunjukkan bahwa sebelum usaha penilaian dilakukan terlebih dahulu harus ditetapkan patokan yang akan dipakai untuk membandingkan angka-angka hasil pengukuran agar hasil itu mempunyai arti tertentu. Dengan demikian patokan ini tidak dicari-cari di tempat lain dan pula tidak dicari di dalam sekelompok hasil pengukuran sebagaimana dilakukan pada PAN.

Patokan yang telah disepakati terlebih dahulu itu biasanya disebut “Tingkat Penguasaan Minimum”. Mahasiswa yang dapat mencapai atau bahkan melampaui batas ini dinilai “lulus” dan belum mencapainya nilai “tidak lulus” mereka yang lulus ini diperkenankan menempuh pelajar yang lebih tinggi, sedangkan yang belum lulus diminta memantapkan lagi kegiatan belajarnya sehingga mencapai “batas lulus” itu.

Patokan yang dipakai untuk kelompok mahasiswa yang mana sama ini pengertian yang sama. Dengan patokan yang sama ini pengertian yang sama untuk hasil pengukuran yang diperoleh dari waktu ke waktu oleh kelompok yang sama ataupun berbeda-beda dapat dipertahankan. Yang menjadi hambatan dalam penggunaan PAP adalah sukarnya menetapkan patokan yang benar-benar tuntas.



 DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, et al. (1996). Glossary of educational Assessment Term. Jakarta: Ministry of Education and Culture.
Arikunto, S & Jabar. 2004. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Arikunto, S. 2012, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi kedua). Jakarta: PT Bumi Aksara
Arikunto, S.Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, 2006, Jakarta.
Calongesi, J.S. 1995. Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa. Bandung : ITB
Gronlund, Norman E.  Measurement and Evaluation in Teaching, Fifth Edition (New York : McMillan Publising, 1985
Hopkins, Charles D. & Richard  L. Antes, Clasroom Measurement and Evaluation, Third Edition   ( Indiana : F.E Peacok Publisher, Inc. , 1990)
Kumano, Y. 2001. Authentic Assessment and Portfolio Assessment-Its Theory and Practice. Japan: Shizuoka University.
Lehmann, H. (1990). The Systems Approach to Education. Special Presentation Conveyed in The International Seminar on Educational Innovation and Technology Manila. Innotech Publications-Vol 20 No. 05.
Muri Yusuf, 2005, Evaluasi Pendidikan (Dasar-dasar dan Teknik), Universitas Negeri Padang
Mursell, James.  Mengajar dengan Sukses, terjemahan S. Nasution  (Bandung : C.V Jemars)
Robert L. Ebel.  Essentials of Educational Measurement (Englewood Cliffs, New Jersey, Prentice-Hall, Inc. 1986)
Stiggins, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York : Macmillan College Publishing Company
Sudaryono, Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran, Graha ilmu, 2012, Yogyakarta.
Sudijono, Anas.Evaluasi Pendidika , PT. Rajagrafindo Persada, 2007, Jakarta.
Sujana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : P.T Remaja Rosdakarya, 1990).
Sukardi. 2012. Evaluasi Pendidikan (Prinsip dan Operasionalnya), Jakarta: Bumi Aksara
Tayibnapis, F.Y. (2000). Evaluasi Program. Jakarta: Rineka Cipta
Zainul & Nasution. (2001). Penilaian Hasil belajar. Jakarta: Dirjen Dikti.



PENGAWASAN PROSES PEMBELAJARAN

PENGAWASAN PROSES PEMBELAJARAN     A. Pemantauan ·                     Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencana...