KONSEP DASAR PENILAIAN
A.
PENDAHULUAN
Manusia hidup tidak pernah jauh dari
kegiatan evaluasi. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menilai dan membuat
suatu kegiatan evaluasi dan selalu menggunakan prinsip mengukur dan menilai
meskipun banyak orang belum memahami secara tepat arti kata evaluasi,
pengukuran, dan penilaian bahkan masih banyak orang cenderung mengartikan
ketiga kata tersebut dengan suatu pengertian yang sama.
Pendidikan dipandang sebagai kegiatan
bersama guru dan peserta didik dalam kerangka belajar mengajar untuk
mengantarkan peserta didik mencapai hasil belajar baik berupa pengetahuan
(kognitif), ketrampilan (psikomotor) maupun sikap (afektif). Selanjutnya ketiga
ranah tersebut dipandang sebagai satu kesatuan hasil belajar yang disebut
kompetensi. Kegiatan belajar mengajar melibatkan tiga unsur pokok yakni
input-proses-output. Input pendidikan tidak hanya peserta didik akan tetapi
mencakup segala hal baik lingkungan pendidikan maupun yang bersifat
instrumental / alat seperti pendidik/orang maupun barang seperti gedung dan
sebagainya yang terlibat dalam proses endidikan secara umum ataupun dalam kegiatan
belajar mengajar, seperti peserta didik, guru, kurikulum, sumber belajar,
kebijakan pendidikan, peran serta masyarakat, kondisi sosial budaya, sarana
serta prasarana lainnya yang mempengaruhi pendidikan. Proses adalah interaksi
guru vs peserta didik yang terencana, terprogram dalam kegiatan belajar
mengajar. Oleh karena sifatnya yang terstruktur dan terencana, maka banyak hal terlibat
dalam proses ini antara lain kompetensi pendidik, kondisi peserta didik, kualitas
Interaksi / Aktivitas KBM, Silabus, RPP, media belajar, motivasi peserta didik,
dan sumber belajar dan daya serap perserta didik. Sedangkan yang dimaksud
output adalah pengetahuan, ketampilan
dan sikap yang dicapai sebagai hasil proses pendidikan bahkan kinerja
pendidikan yang mencakukp input-proses-output. Evaluasi atas hasil belajar
biasanya disebut dengan Penilaian Kelas (assesment) yaitu proses pengumpulan
dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik;
sedangkan evaluasi kinerja pendidikan disebut penilaian autentik yaitu
penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan
(input), proses, dan keluaran (output) pembelajaran, yang meliputi ranah sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
Membincang tentang evaluasi berarti
mebincangkan kedua hal tersebut diatas sehingga dapat diasumsikan betapa luas
cakupan evaluasi pendidikan. Penilaian merupakan bagian penting dan tak
terpisahkan dalam sistem evaluasi pendidikan saat ini. Peningkatan kualitas
pendidikan dari sisi hasil belajar dapat dilihat dari nilai-nilai yang
diperoleh siswa. Tentu saja untuk itu diperlukan sistem penilaian yang baik dan
tidak bias. Sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan gambaran tentang
kualitas pembelajaran sehingga pada gilirannya akan mampu membantu guru
merencanakan strategi pembelajaran. Bagi siswa sendiri, sistem penilaian yang
baik akan mampu memberikan motivasi untuk selalu meningkatkan kemampuannya.
Mengingat
begitu pentingnya peran evaluasi dalam sistem pendidikan, maka membahas konsep
dasar dan segala yang terkait tentang evaluasi secara umum dan penilaian secara
khusus menjadi keniscayaan. Pembahasan berikut akan memperluas pemahaman
pembaca menganai konsep dasar evaluasi dan penilaian.
B. PENGERTIAN
1. Evaluasi
Ada tiga hal
yang saling berkaitan dalam kegiatan evaluasi pendidikan yaitu evaluasi,
pengukuran dan tes. Ketiga istilah itu sering disalahartikan sehingga tidak
jelas makna dan kedudukannya. Gronlund mengemukakan evaluasi adalah
suatu proses yang sistematis dari pengumpulan, analisis dan intrepretasi
informasi/data untuk menentukan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan
pembelajaran. Hopkins dan Antes mengemukakan evaluasi adalah pemeriksaan secara
terus menerus untuk mendapatkan informasi yang meliputi siswa, guru, program
pendidikan dan proses belajar mengajar untuk mengetahui tingkat perubahan siswa
dan ketepatan keputusan tentang gambaran siswa dan efektivitas program.
Berdasarkan
kedua pendapat di atas diketahui bahwa evaluasi bersifat komprehensif
yang meliputi penilaian, pengukuran, dan pengujian berupa tes. Tes merupakan
salah satu alat atau bentuk dari pengukuran. Pengukuran lebih membatasi kepada
gambaran yang bersifat kuantitatif (berupa angka-angka) tentang kemajuan
belajar siswa (learning progress) sedangkan evaluasi atau penilaian bersifat
kualitatif. Di samping itu, evaluasi pada hakikatnya merupakan
suatu proses membuat keputusan tentang nilai suatu objek. Keputusan
penilaian (value judgement) tidak hanya didasarkan kepada hasil
pengukuran (quantitative description), dapat pula didasarkan kepada
hasil pengamatan (qualitative description). Yang didasarkan kepada hasil
pengukuran (measurement) dan bukan didasarkan kepada hasil pengukuran (non-measurement)
pada akhirnya menghasilkan keputusan nilai tentang suatu objek yang dinilai.
Mursell
mengatakan ada tiga hal pokok yang dapat di evaluasi dalam pembelajaran, yaitu
(a) hasil langsung dari usaha belajar, (b) transfer sebagai akibat dari
belajar, dan (c) proses belajar itu sendiri. Hasil dari usaha belajar nampak
dalam bentuk perubahan tingkah laku, baik secara subtantif maupun secara
komprehensif. Perubahan itu ada yang dapat diamanati secara langsung ada pula
yang tidak dapat diamati secara langsung. Perubahan itu juga ada yang terjadi
dalam jangka pendek ada pula yang terjadi dalam jangka panjang. Namun demikian,
bagaimanapun baiknya alat evaluasi yang digunakan hanya mungkin dapat
mengungkap sebagian tingkah laku dari keseluruhan hasil belajar yang
sebenarnya. Evaluasi yang baik harus menilai hasil-hasil yang autentik dan hal
ini dilakukan dengan menguji / tes hingga manakah hal itu dapat ditransferkan.
Evaluasi harus dilakukan dengan tepat, teliti dan objektif terhadap hasil
belajar sehingga dapat menjadi alat untuk mengecek kemampuan siswa dalam
belajarnya dan mempertinggi prestasi belajarnya. Di samping itu evaluasi dapat
menjadi alat pengontrol bagi cara mengajar guru, serta dapat membimbing murid
untuk memahami dirinya (keunggulan dan kelemahannya).
Banyak
ahli memberikan batasan tentang evaluasi, beberapa diantaranya sebagai berikut:
- a. Lessinger
1973 (Gibson, 1981: 374)
yang mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses penilaian yang dilakukan
dengan cara membandingkan antara tujuan yang diharapkan dengan
kemajuan/prestasi nyata yang dicapai.
- b. Wysong
1974 (Gibson, 1981: 374)
mengatakan bahwa evaluasi adalah serangkaian kegiatan untuk menggambarkan untuk
memperoleh atau menghasilkan informasi yang berguna untuk pengambilan suatu
keputusan.
- c. Gibson
dan Mitchell 1981 (Uman, 2007: 91)
menjelaskan bahwa evaluasi merupakan usaha mencoba menyesuaikan data objektif
dari awal hingga akhir pelaksanaan program sebagai dasar penilaian terhadap
tujuan program.
- d. Edwind
Wandt dan Gerald W. Brown (1977): evaluation
refers to the act or process to determining the value of something. Evaluasi itu menunjuk kepada suatu tindakan atau suatu
proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
- e. Lembaga
Administrasi Negara bahkan menuliskan batasan Evaluasi Pendidikan sebagai (1) Proses/kegiatan
untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah
ditentukan; (2) Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed
back) bagi penyempurnaan pendidikan.
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas, maka diperoleh simpulan bahwa evaluasi pendidikan
adalah penilaian terhadap kinerja pendidikan yang telah berjalan dengan cara
melakukan pengukuran berupa pelaksanaan pengujian baik berupa tes atau non tes
untuk mendapatkan informasi yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki
hal-hal yang memang perlu diperbaiki pada kinerja pendidikan.
2. Penilaian
Secara bahasa, kata penilaian berasal dari kata nilai yang
mendapatkan awalan dan akhiran (pe – an) sehingga menjadi penilaian. Umumnya
nilai merujuk pada angka tertentu sehingga penilaian dimaknai sebagai kegiatan
memberian nilai berupa angka kepada seseorang yang dinilai atas apa yang
dilakukan. Pemberian besaran nilai akan ditentukan berdasarkan kriteria yang
telah ditentukan dan diketahui oleh orang yang dinilai. Bagi penilai maupun
orang yang dinilai, angka tersebut dipandang sebagai informasi yang akan
dipakai oleh kedua belah pihak untuk pengambilan keputusan sesuai dengan
kepentingan masing-masing.
Secara
istilah penilaian dipandang sebagai proses yang disusun secara sistematis
merentang dari mulai pengumpulan informasi (berupa angka maupun deskripsi
verbal), analisis, interpretasi sampai dengan pengambilan keputusan. Penilaian
(assessment) adalah penerapan berbagai cara untuk memperoleh informasi tentang
sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian
kemampuan) peserta didik. Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah
mempermasalahkan, bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran
yang telah dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner)
telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi
dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian
kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai.
Ada
empat macam istilah yang berkaitan dengan konsep penilaian dan sering kali
digunakan untuk mengetahui keberhasilan belajar dari peserta didik yaitu : (1) Evaluasi, (2) Penilaian, (3) Pengukuran dan (4) Pengujian/Tes. Namun
diantara keempat istilah tersebut pengertiannya masih sering dicampuradukan,
padahal keempat istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Penialaian
diberikan definisi oleh para ahli sebagai berikut, diantaranya oleh:
a. Menurut Buana (www.fajar.co.id/news.php)assessment adalah alih-bahasa dari istilah penilaian. Penilaian
digunakan dalam konteks yang lebih sempit daripada evaluasi dan biasanya
dilaksanakan secara internal. Penilaian atau assessment adalah kegiatan menentukan nilai suatu objek, seperti
baik-buruk, efektif-tidak efektif, berhasil-tidak berhasil, dan semacamnya
sesuai dengan kriteria atau tolak ukur yang telah ditetapkan sebelumnya.
b. Menurut Angelo (1991: 17)Classroom Assessment is a simple method faculty can use to collect
feedback, early and often, on how well their students are learning what they
are being taught. (Penilaian Kelas adalah suatu metode yang sederhana dapat
menggunakan fakultas (sekolah) untuk mengumpulkan umpan balik, awal dan
setelahnya, pada seberapa baik para siswa mereka belajar apa yang mereka
ajarkan.)
c. Menurut Suharsimi
yang dikutip oleh Sridadi (2007) penilaian adalah suatu usaha yang dilakukan
dalam pengambilan keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik-buruk →
bersifat kualitatif.
d. Penilaian
adalah kegiatan untuk mengetahui perkembangan kemajuan dan atau hasil belajar
siswa selama program pendidikan (Sudirman). Penilaian pendidikan merupakan
suatu proses transformasi yang dilakukan sehingga terjadi perubahan perilaku
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (Suharsimi)
e. Penilaian
merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan
data tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis
dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam
pengambilan keputusan (Balitbang Depdiknas).
f. Penilaian
(asesmen) merupakan pengumpulan dan pengelolaan informasi secara sistematis
untuk memperbaiki cara belajar peserta didik (Ella Yulaewati, 2007).
g. Standar
penilaian pendidikan adalah criteria mengenai mekaisme, prosedur dan instrument
penilaian hasil belajar peserta didik (Permendikbud No. 66 tahun 2013).
h. Menurut
Anthony J. Nitko (1996) menjelaskan penilaian adalah suatu proses pengumpulan
informasi yang digunakan untuk membuat keputusan-keputusan tentang peserta
didik, kurikulum, program dan kebijakan pendidikan
i. Penilaian
hasil belajar, adalah suatukegiatan pengumpulan, pengolahan dan penafsiran
informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik berdasarkan
pertimbangan dan kriteria tertentu untuk membuat suatu keputusan (Ella Yulaewati,
2007).
j. Zainul,
Asmawi dan Noehi Nasution (2001), mengartikan penilaian adalah suatu proses
untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi melalui pengukuran hasil
belajar, baik yang menggunakan tes maupun non tes.
k. Assesment
is the systematic collection, reviu and use of in formation about educational
program undertaken for the purpose of
improving student learning and development (assessment adalah
pengumpulan, revieuw dan penggunaan informasi secara sistematik tentang program
pendidikan dengan tujuan meningkatkan belajar dan perkembangan siswa.
Palombaand Banta (1999).
Dari
beragam paparan dan definisi diatas, maka pengertian penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan
beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil
belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan)
peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil belajar
peserta didik sudah tercapai, sikap sudah terbentuk, ketrampilan sudah
dikuasai.Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif
dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan
dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.
Penilaian
hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan,
bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah
dilakukan. Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap
hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Pengajar harus
mengetahui sejauh mana pebelajar (learner) telah mengerti bahan yang
telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran
yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan
instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat
dinyatakan dengan nilai. Penilaian
adalah kegiatan menentukan nilai suatu objek, seperti baik-buruk,
efektif-tidak efektif, berhasil-tidak berhasil, dan semacamnya sesuai dengan
kriteria atau tolak ukur yang telah ditetapkan sebelumnya.
Ciri
penilaian adalah adanya objek atau program
yang dinilai dan adanya kriteria sebagai dasar untuk membandingkan antara
kenyataan atau apa adanya dengan kriteria atau apa harusnya. Penilaian
proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan
pengajaran. Oleh sebab itu, penilaian hasil dan proses belajar saling berkaitan
satu sama lain sebab hasil merupakan akibat dari proses.
Dari
segi kegiatan, evaluasi sama dengan menilai, karena aktifitas mengukur biasanya
sudah termasuk di dalamnya. Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan
kegiatan yang bersifat hierarki. Artinya ketiga kegiatan tersebut tidak dapat
dipisahkan satu sama lain dan dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan secara
berurutan.
Sebenarnya
proses evaluasi, penilaian, pengukuran, dan tes/pengujian merupakan suatu
kegiatan atau proses yang bersifat hirarkis. Artinya kegiatan dilakukan secara
berurutan dan berjenjang yaitu dimulai dari proses pengujian dilanjutkan dengan
pengukuran kemudian penilaian dan terakhir evaluasi. Sedangkan proses pengujian
merupakan bagian dari pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian.
Konsep
Penilaian menurut peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, Penilaian terhadap
proses dan hasil belajar secara internal dan eksternal. Penilaian internal
merupakan penilaian yang dilakukan oleh guru pada saat pembelajaran
berlangsung. Sedangkan penilaian eksternal merupakan penilaian yang dilakukan
oleh pihak luar yang tidak melaksanakan proses pembelajaran, biasanya dilakukan
oleh suatu institusi /lembaga baik didalam maupun diluar negeri.
Sementara
pendidikan dipandang sebagai kegiatan bersama guru dan peserta didik dalam
kerangka belajar mengajar untuk mengantarkan peserta didik mencapai hasil
belajar baik berupa pengetahuan (kognitif), ketrampilan (psikomotor) maupun
sikap (afektif). Selanjutnya ketiga ranah tersebut dipandang sebagai satu
kesatuan hasil belajar yang disebut kompetensi. Kegiatan belajar mengajar
melibatkan tiga unsur pokok yakni input-proses-output. Yang termasuk dalam
input tidak hanya peserta didik akan tetapi mencakup segala hal baik orang maupun
barang yang terlibat dalam proses kegiatan belajar mengajar, seperti peserta
didik, guru, kurikulum, sumber belajar, kebijakan pendidikan, peran serta
masyarakat, kondisi sosial budaya, sarana serta prasarana lainnya yang
mempengaruhi pendidikan. Yang dimaksud proses adalah interaksi guru vs peserta
didik dalam kegiatan belajar mengajar. Beberapa yang terlibat dalam proses
antara lain kompetensi pendidik, kualitas Interaksi / Aktivitas KBM, Silabus,
RPP, media belajar, motivasi peserta didik, dan sumber belajar. Sedangkan yang
dimaksud output adalah pengetahuan,
ketampilan dan sikap hasil proses pendidikan bahkan kinerja pendidikan yang
mencakukp input-proses-output. Yang pertama disebut Penilaian (assesment) yaitu
proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil
belajar peserta didik; sedangkan yang kedua disebut penilaian autentik yaitu
penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan
(input), proses, dan keluaran (output) pembelajaran, yang meliputi ranah sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
Dengan
demikian asesmen merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
menentukan capain kinerja pendidikan baik secara khusus berupa hasil
belajar/kompetensi peserta didik baik
dari segi kognitif, afektif maupun psikomotor.. Untuk mengetahui bahwa suatu
kompetensi telah dicapai diperlukan informasi yang akurat berupa nilai
kuantitatif berwujud angka atau nilai kualitatif berupa kriteria seperti baik,
cukup, kurang atau A, B, C, D, E dan semacamnya sebagai representasi hasil
belajar untuk digunakan dalam pengambilan keputusan. Keputusan penilaian
berhubungan erat dengan sudah atau belum berhasilnya peserta didik dalam
mencapai hasil belajar. Sedangkan penilaian autentik menilai kesiapan peserta didik,
serta proses dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga
komponen (input – proses – output) tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya,
dan hasil belajar peserta didik, bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional
(instructional effects) dan dampak pengiring (nurturant effects) dari
pembelajaran.
Dalam sistem evaluasi hasil belajar,
penilaian merupakan langkah lanjutan setelah dilakukan pengukuran. informasi
yang diperoleh dari hasil pengukuran selanjutnya dideskripsikan dan ditafsirkan.
Karenanya, menurut Djemari Mardapi (1999: 8) penilaian adalah kegiatan
menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran. Menurut Cangelosi (1995: 21)
penilaian adalah keputusan tentang nilai. Oleh karena itu, langkah selanjutnya
setelah melaksanakan pengukuran adalah penilaian. Penilaian dilakukan setelah
siswa menjawab soal-soal yang terdapat pada tes. Hasil jawaban siswa tersebut
ditafsirkan dalam bentuk nilai.
Menurut Djemari Mardapi (2004: 18) ada dua
acuan yang dapat dipergunakan dalam melakukan penilaian yaitu acuan norma dan
acuan kriteria. Dalam melakukan penilaian dibidang pendidikan, kedua acuan ini
dapat dipergunakan. Acuan norma berasumsi bahwa kemampuan seseorang berbeda
serta dapat digambarkan menurut kurva distribusi normal. Sedangkan acuan
kriteria berasumsi bahwa apapun bisa dipelajari semua orang namun waktunya bisa
berbeda.
Penggunaan acuan norma dilakukan untuk
menyeleksi dan mengetahui dimana posisi seseorang terhadap kelompoknya.
Misalnya jika seseorang mengikuti tes tertentu, maka hasil tes akan memberikan
gambaran dimana posisinya jika dibandingkan dengan orang lain yang mengikuti
tes tersebut. Adapun acuan kriteria dipergunakan untuk menentukan kelulusan
seseorang dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan kriteria yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Acuan ini biasanya digunakan untuk menentukan
kelulusan seseorang. Seseorang yang dikatakan telah lulus berarti bisa
melakukan apa yang terdapat dalam kriteria yang telah ditetapkan dan
sebaliknya. Acuan kriteria, ini biasanya dipergunakan untuk ujian-ujian
praktek.
Dengan
adanya acuan norma atau kriteria, hasil yang sama yang didapat dari pengukuran
ataupun penilaian akan dapat diinterpretasikan berbeda sesuai dengan acuan yang
digunakan. Misalnya, kecepatan kendaraan 40 km/jam akan memiliki interpretasi
yang berbeda apabila kendaraan tersebut adalah sepeda dan mobil.
Penilaian
autentik sebagai upaya pemberian tugas kepada peserta didik yang mencerminkan
prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran,
seperti meneliti, menulis, merevisi dan membahas artikel, memberikan analisis
oral terhadap peristiwa, berkolaborasi dengan antarsesama melalui debat, dan
sebagainya. Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan
ilmiah (scientific approach) , karena penilaian semacam ini mampu menggambarkan
peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi,
menanya, menalar, mencoba, dan membangun jejaring. Penilaian autentik cenderung
fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik
untuk menunjukkan kompetensi mereka yang meliputi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Karenanya, penilaian autentik sangat relevan dengan pendekatan
saintifik dalam pembelajaran. Penilaian autentik merupakan pendekatan dan
instrumen penilaian yang memberikan kesempatan luas kepada peserta didik untuk
menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sudah dimilikinya dalam
bentuk tugas-tugas: membaca dan meringkasnya, eksperimen, mengamati, survei,
projek, makalah, membuat multi media, membuat karangan, dan diskusi kelas.
Jenid penilaian autentik antara lain penilaian kinerja, penilaian portofolio,
dan penilaian projek, termasuk penilaian diri peserta didik. Penilaian autentik
adakalanya disebut penilaian responsif, suatu metode untuk menilai proses dan
hasil belajar peserta didik yang memiliki ciri-ciri khusus, mulai dari mereka
yang mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat dan minat khusus, hingga yang
jenius. Penilaian autentik dapat diterapkan dalam berbagai bidang ilmu seperti
seni atau ilmu pengetahuan pada umumnya, dengan orientasi utamanya pada proses
dan hasil pembelajaran. Hasil penilaian autentik dapat digunakan oleh pendidik
untuk merencanakan program perbaikan (remedial), pengayaan (enrichment), atau pelayanan
konseling. Selain itu, hasil penilaian autentik dapat digunakan sebagai bahan
untuk memperbaiki proses pembelajaran yang memenuhi Standar Penilaian
Pendidikan
Dikatakan bahwa penilaian merupakan proses yang sistematis
karena penilaian dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, penyusunan alat
penilaian, pengumpulan informasi pencapaian hasil belajar peserta didik,
pengolahan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik, dan
pengambilan keputusan. Perencanaan penilaian dilakukan untuk memberikan arah
agar dapat terlaksana secara efektif dan efisen; penyusunan alat dimaksudkan
untuk menghasilkan alat penialain yang valid dan reliabel baik berupa tes
maupun non-tes, penyusunan kriteria benar salah,penyusunan norma penilaian, rubrik
penilaian, cakupan kompetensi yang akan dinilai, jumlah soal, skor dan skala
sikap dan konversi skor menjadi nilai akhir; pengumpulan informasi dimaksudkan
sebagai proses mengumpulkan semua dokumen hasil belajar seperti lembar kerja
peserta didik, buku catatan, portofolio.
3. Pengukuran
Pengukuran sebagaimana namanya dapat
diartikan dengan kegiatan untuk mengukur sesuatu. Dalam praktiknya, pengukuran
adalah membandingkan sesuatu dengan atau sesuatu yang lain (Anas Sudijono,
1996: 3). Sebagai contoh jika kita
mengukur suhu ruangan berAC dengan termometer, atau mengukur luas suatu ruang
belajar dengan meteran, maka yang sedang dilakukan adalah mengkuantifikasi
keadaan tempat ke dalam angka karenanya dapat dimengerti bahwa pengukuran itu
bersifat kuantitatif berupa angka-angka.
Dengan angka maka seseorang merasa lebih
mudah memahami apa yang diukur. Sebagaimana dikemukakan oleh Mardapi (2004: 14)
pengukuran pada dasarnya adalah kegiatan penentuan angka terhadap suatu obyek
secara sistematis. Karakteristik yang terdapat dalam obyek yang diukur
selanjutnya dikonversi menjadi bentuk angka sehingga lebih mudah untuk dinilai.
Pengukuran atas aspek-aspek yang terdapat dalam diri manusia seperti kognitif,
afektif dan psikomotor dirubah menjadi angka. Kesalahan yang mungkin muncul
dalam melakukan pengukuran khususnya dibidang ilmu-ilmu sosial dapat berasal
dari alat ukur, cara mengukur dan obyek yang diukur.
Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud
pengukuran sebagaimana disampaikan Cangelosi (1995: 21) adalah proses
pengumpulan data melalui pengamatan empiris. Proses pengumpulan ini dilakukan
untuk menaksir apa yang telah diperoleh siswa setelah mengikuti pelajaran
selama kurun waktu tertentu. Proses ini dapat dilakukan dengan mengamati kinerja
mereka, mendengarkan apa yang mereka katakan serta mengumpulkan informasi yang
sesuai dengan tujuan melalui apa yang telah dilakukan siswa.
Pengukuran dalam bidang pendidikan erat
kaitannya dengan tes. Meski demikian instrumen pengukuran dapat dilakukan
dengan cara non-tes seperti pengamatan, wawancara, dan semacamnya. Hal ini
dikarenakan salah satu cara yang sering dipakai dan dianggap mudah untuk
mengukur hasil belajar yang telah dicapai siswa adalah dengan tes. Selain
dengan tes. Jika tes dapat memberikan informasi tentang karakteristik kognitif
dan psikomotor, maka nontes dapat memberikan informasi tentang karakteristik
afektif obyek.
Pengukuran (measurement) adalah
proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numeric dari suatu
tingkatan dimana seseorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu.
Pengukuran berkaitan erat dengan proses pencarian atau penentuan nilai
kuantitatif. Pengukuran diartikan sebagai pemberian angka kepada suatu atribut
atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obyek tertentu
menurut aturan atau formulasi yang jelas. Berikut ini akan dikutip beberapa
definisi pengukuran yang dirumuskan oleh beberapa ahli pengukuran pendidikan
dan psikologi yang acap kali dijadikan acuan beberapa penulis.
Menurut Sudijono (1996:4) maksud dilakukan
pengukuran ada tiga macam yaitu : (1) pengukuran yang dilakukan bukan untuk
menguji sesuatu seperti orang mengukur jarak dua buah kota, (2) pengukuran
untuk menguji sesuatu seperti menguji daya tahan lampu pijar serta (3)
pengukuran yang dilakukan untuk menilai. Pengukuran ini dilakukan dengan jalan
menguji hal yang ingin dinilai seperti kemajuan belajar dan lain sebagainya.
C. TUJUAN
PENILAIAN
Mursell
mengemukakan bahwa evaluasi menurut syarat-syarat psikologis bertujuan agar
guru mengenal siswa selengkap mungkin dan agar siswa mengenal dirinya
sesempurna-sempurnanya. Di samping itu, evaluasi juga berguna untuk
meningkatkan hasil pengajaran, karena itu evaluasi tidak dapat dipisahkan
dari belajar dan mengajar, dan intinya adalah penilaian belajar dengan tujuan
untuk memperbaikinya. Penilaian harus dilakukan oleh semua yang
bersangkutan, bukan hanya guru tapi juga siswa sendiri, dan harus ditinjau dari
keseluruhan. Berdasarkan hasil evaluasi, guru dapat mengetahui sampai di mana
penguasaan bahan pelajaran atau kecakapan masing-masing siswa.
Selain
itu evaluasi juga dapat digunakan guru sebagai alat untuk memperbesar motivasi
belajar siswa, sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi.
Evaluasi dalam pembelajaran dapat membantu guru dalam mengambil
keputusan-keputusan yang epektif dalam pembelajaran. Gronlund mengemukakan ada
tiga jenis keputusan yang dapat dilakukan oleh guru berkaitan dengan proses
evaluasi yaitu:
1.
keputusan
pada permulaan pengajaran
2.
keputusan
pada saat pengajaran berlangsung, dan
3.
keputusan
pada akhir pembelajaran
Keputusan
pada awal pengajaran berkaitan dengan informasi mengenai sejauh mana kemampuan
dan keterampilan yang harus dimiliki siswa untuk memulai pelajaran (entering
behavior), dan sejauh mana bahan pelajaran yang akan diberikan telah
diketahui siswa (pre-test). Keputusan pada saat pengajaran berlangsung
berkaitan dengan tugas-tugas belajar mana yang dapat dilakukan oleh siswa
dengan baik, dan tugas-tugas mana yang memerlukan pertolongan (perlu dibantu),
siswa mana yang menghadapi kesulitan dalam belajarnya sehingga memerlukan
program remedial. Keputusan pada akhir pengajaran berkaitan dengan informasi
tentang siswa manakah yang telah menguasai bahan pelajaran yang diberikan serta
dapat melanjutkan kepada program pengajaran berikutnya, dan nilai apa yang
harus diberikan kepada setiap murid.
Selanjutnya
Gronlund mengemukakan bahwa evaluasi dalam pembelajaran dapat membantu siswa
(a) memperkuat motivasi belajarnya, (b) memperbesar daya ingat dan transfer
belajarnya, (c) memperbesar pemahaman siswa terhadap keberadaan dirinya, dan
(d) memberikan bahan unpan balik tentang keefektifan pembelajaran.
Dari
pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan evaluasi dalam
pembelajaran adalah meliputi (a) untuk melihat produktivitas dan efektivitas
kegiatan belajar mengajar, (b) untuk memperbaiki, dan menyempurnakan kegiatan
guru, (c) untuk memperbaiki, menyempurnakan dan mengembangkan program
belajar mengajar, (d) untuk mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi
oleh siswa selama kegiatan belajar dan mencarikan jalan keluarnya, dan (e)
untuk menempatkan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat sesuai dengan
kemampuannya.
Dengan
mengetahui makna penilaian di tinjau dari bebagai segi pendidikan, maka
tinjauan atau fungsi penilaian ada beberapa hal. Tujuan Penilaian
sebagai berikut :
1.
Untuk menentukan tingkat keberhasilan
siswa seperti penentuan kelulusan, penentuan kenaikan kelas, pemberian nilai
raport
2.
Sebagai umpan balik terhadap proses
pembelajaran yang dilakukan guru sehingga dapat diketahui berhasil atau
tidaknya
3.
Untuk menempatkan siswa dalam situasi
proses belajar mengajar yang tepat sesuai dengan bakat dan minat siswa contohna
penentuan jurusan
4.
Untuk mengetahui latar belakang kesulitan
belajar siswa
5.
Untuk mengetahui mutu pendidikan di suatu
sekolah
6.
Menentukan tingkat keberhasilan yang telah
dicapai oleh suatu kegiatan pendidikan
7.
Untuk mengenal kelemahan dan keunggulan
yang dimiliki oleh peserta didik
Tujuan penilaian proses belajar mengajar
lebih ditekankan kepada perbaikan dan pengoptimalan kegiatan belajar mengajar,
terutama berkaitan dengan efisiensi, efektiivitas dan produktivitas kegiatan
tersebut dalam mencapai tujuan pengajaran. Teknik dan instrumen yang sering
diigunakan untuk menilai proses ini adalah teknik observasi.
- Mendeskripsikan
kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui kelbihan dan
kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang
ditempuhnya.
- Mengetahui
keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni seberapa
jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah tujuan
pendidikan yang diharapkan.
- Menetukan
tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan
dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaanya.
- Memberikan
pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada
Dari
paparan diatas diketahui bahwa tujuan pokok evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui
keefektifan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Indikator
keefektifan itu dapat dilihat dari perubahan tingkah laku yang terjadi pada
peserta didik . Perubahan tingkah laku yang terjadi itu dibandingkan dengan
perubahanan tingkah laku yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan isi program
pembelajaran. Oleh karena itu, instrumen evaluasi harus dikembangkan
bertitik tolak kepada tujuan dan isi program, sehingga bentuk dan format tes
yang dikembangkan sesuai dengan tujuan dan karakteristik bahan ajar serta
proporsinya sesuai dengan keluasan dan kedalaman materi pelajaran
yang diberikan. Hasil evaluasi harus dianalisis dan ditafsirkan secara
hati-hati sehingga informasi yang diperoleh betul-betul akurat
mencerminkan keadaan siswa secara objektif. Informasi yang objektif dapat
dijadikan bahan masukan untuk perbaikan proses dan program selanjutnya.
Evaluasi dalam pembelajaran tidak semata-mata untuk menentukan ratting siswa
melainkan juga harus dijadikan sebagai teknik atau cara pendidikan. Sebagai
teknik atau alat pendidikan evaluasi pembelajaran harus dikembangakan
secara terencana dan terintegratif dalam program pembelajaran, dilakukan secara
kontinue, mengandung unsur paedagogis, dan dapat lebih mendorong siswa aktif
belajar.
D. FUNGSI DAN KEGUNAAN
Jenis penialain dalam pembelajaran dapat dikelompokan ke dalam empat
fungsi, yaitu (a) formatif, evaluasi dapat memberikan unpan balik bagi
guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan
mengadakan program remedial bagi siswa yang belum menguasai sepenuhnya materi
yang dipelajari, (b) sumatif, yaitu dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa
terhadap materi pelajaran, menentukan angka nilai sebagai bahan keputusan
kenaikan kelas dan laporan perkembangan belajar siswa, serta dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa, (c) diagnostik, yaitu dapat mengetahui latar belakang
siswa (psikologis, fisik, dan lingkungan), yang mengalami kesulitan belajar,
dan (d) seleksi dan penempatan, yaitu hasil evaluasi dapat dijadikan dasar
untuk menyeleksi dan menempatkan siswa sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Penilaian
memiliki fungsi untuk: (1). menggambarkan sejauhmana peserta didik telah
menguasai suatu kompetensi, (2) mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam
rangka membantu memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya,
baik untuk perencanaan program belajar, pengembangan kepribadian, maupun untuk
penjurusan (sebagai bimbingan), (3) menemukan kesulitan belajar, kemungkinan
prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik, dan sebagai alat diagnosis yang
membantu pendidik/guru menentukan apakah seseorang perlu mengikuti remedial
atau pengayaan, (4) menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang
sedang berlangsung guna perbaikan proses pembelajaran berikutnya, (5)
pengendali bagi pendidik/guru dan sekolah tentang kemajuan perkembangan peserta
didik.
Penilaian
berfungsi sebagai pengukur keberhasilan, maksudnya untuk mengetahui sejauhmana
suatu program berhasil diterapkan. Penilaian berfungsis ebagai diagnostic,
apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi syarat, maka dengan
melihat hasil tersebut guru akan melihat kelemahan siswa, jadi dengan
mengadakan penilaian, sebenarnya guru mengadakan diagnose kepada siswa untuk
kebaikan dan kelemahannya.
1. Fungsi selektif
Dengan
cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau
penilaian terhadap siswanya. Penilaian itu sendiri mempunyai tujuan seperti;
untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu, untuk memilih
siswa yang dapat naik kelas atau yang seharusnya mendapat beasiswa.
2. Fungsi diagnostik
Apabila
alat yang di gunakan dalam penilaian cukup memenuhi persyaratan, maka dengan
melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa.
3. Fungsi sebagai penempatan
4. Fungsi sebagai pengukur
keberhasilan
5. Alat untuk mengetahui
tercapai-tidaknya tujuan instruksional
6. Umpan balik bagi perbaikan proses
belajar mengajar.
7. Dasar dalam menyusun laporan
kemajuan belajar siswa kepada para orang tuanya.
Fungsi
diatas dari penilaian ini di maksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu
program berhasil di terapkan.Fungsi penilaian dalam proses belajar
mengajar.Penilaian yang dilakukan terhadap prosesbelajar- mengajar berfungsi
sebagai berkut :
- Untuk
mengetahui tercapainya tidaknya tujuan pengajaran, dalam hal ini adalah
tujuan instruksional khusus. Dengan fungsi ini dapat diketahui tingkat
penguasaan bahan pelajaran yang seharusnya dikuasai oleh para siswa.
Dengan perkataan lain dapat diketahui hasil belajar yang dicapai para siswa.
- Untuk
mengetahui keefektifan proses belajar-mengajar yang telah dilakukan oleh
guru. Dengan fungsi ini guru dapat mengetahui berhasil tidaknya ia
mengajar. Rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa tidak semata-mata
disebabkan oleh kemampuan siswa tetapi juga bisa disebabkan kurang
berhasilnya guru mengajar. Melalui penilaian, berarti menilai kemampuan
guru itu sendiri dan hasilnya dapat dijadikan bahan dalam memperbaiki
usahanya, yakni tindakan mengajar berikutnya.
Dengan
demikian fungsi penilaian dalam proses belajar-mengajar bermanfaat ganda, yakni
bagi siswa dan bagi guru. Penilaian hasil belajar dapat dilaksanakan dalam dua
tahap. Pertama, tahap jangka pendek, yakni penilaian yang dilaksanakan oleh
guru pada akhir proses belajar-mengajar. Penilaian ini disebut penilaian
formatif. Kedua tahap jangka panjang, yakni penilaian yang dilaksanakan setelah
proses belajar-mengajar berlangsung beberapa kali atau setelah menempuh periode
tertentu, misalnya penilaian tengah semester atau penilaian pada akhir
semester. Penilaian ini disebut penilaian sumatif. Dalam proses
belajar-mengajar, kedua penilaian tersebut yakni penilaian formatif dan
penilaian sumatif penting dilaksanakan. Bahkan prestasi siswa selama satu
semester sering digunakan data yang diperoleh dari hasil penilaian formatif dan
hasil penilaian sumatif.
Adapun
kegunaan penilaian antara lain sebagai berikut:
1.
Memberikan
umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya
dalam proses pencapaian kompetensi.
2.
Memantau
kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik sehingga
dapat dilakukan pengayaan dan remedial.
3.
Untuk
umpan balik bagi pendidik/guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan,
dan sumber belajar yang digunakan.
4.
Memberikan
informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektivitas pendidikan.
5.
Memberi
umpan balik bagi pengambil kebijakan (Dinas Pendidikan Daerah) dalam
meningkatkan kualitas penilaian yang digunakan
E. PRINSIP DAN PENDEKATAN PENILAIAN
Prinsip-prinsip
evaluasi dalam pembelajaran sangat diperlukan sebagai panduan dalam prosedur
pengembangan evaluasi, karena jangkauan sumbangan penilaian dalam usaha
perbaikan pembelajaran sebagian ditentukan oleh prinsip-prinsip yang mendasari
pengembangan dan pemakaiannya. Berkaitan dengan prinsip-prinsip penilaiai
tersebut, Gronlund mengemukakan enam prinsip penialaian, yaitu tes hasil
belajar hendaknya:
1. mengukur hasil-hasil belajar yang telah ditentukan dengan
jelas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran,
- mengukur
sampel yang representatif dari hasil belajar dan bahan-bahan yang tercakup
dalam pengajaran,
- mencakup
jenis-jenis pertanyaan/soal yang paling sesuai untuk mengukur hasil
belajar yang diinginkan,
- direncanakan
sedemikian rupa agar hasilnya sesuai dengan yang akan digunakan secara
khusus,
- dibuat
dengan reliabilitas yang sebesar-besarnya dan harus ditafsirkan secara
hati-hati, dan
- dipakai
untuk memperbaiki hasil belajar.
Dalam
melaksanakan penilaian mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Memandang
penilaian dan kegiatan pembelajaran secara terpadu.
2.
Mengembangkan
strategi yang mendorong dan memperkuat penilaian sebagai cermin diri.
3.
Melakukan
berbagai strategi penilaian di dalam program pembelajaran untuk menyediakan
berbagai jenis informasi tentang hasil belajar peserta didik.
4.
Mempertimbangkan
berbagai kebutuhan khusus peserta didik.
5.
Mengembangkan
dan menyediakan sistem pencatatan yang bervariasi dalam pengamatan kegiatan
belajar peserta didik.
6.
Menggunakan
cara dan alat penilaian yang bervariasi. Penilaian dapat dilakukan dengan cara
tertulis, lisan, produk portofolio, unjuk kerja, proyek, dan pengamatan tingkah
laku.
7.
Melakukan
penilaian secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan
perbaikan hasil, dalam bentuk: ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan
akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
Penilaian
hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan
pada prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.
Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar
dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai
2.
Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan
secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan
3.
Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan
efektif dalam perencanaan pelaksanaan, dan pelaporannya
4.
Transparan, berarti prosedur penilaian,
kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak
5.
Akutabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan
kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur,
dan hasilnya
6.
Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta
didik dan guru.
F. RUANG LINGKUP, TEKNIK, DAN INSTRUMEN
PENILAIAN
1.
Ruang Lingkup
Penilaian hasil belajar peserta didik mencakup
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang
sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relative setiap peserta didik terhadap
standar yang telah ditetapkan. Cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup materi,
kompetensi mata pelajaran /kompetensi program, dan proses.Hasil belajar siswa,
bila diklasifikasikan berdasarkan taxonomy Bloom meliputi; aspek kognitif, sikap
dan keterampilan. Oleh karena itu, penilaian hasil belajar juga harus bersifat
komprehensif (menyeluruh) meliputi ketiga aspek di atas. Disamping itu, proses
belajar mengajar (pembelajaran) yang ditempuh oleh guru dan siswa juga harus
mendapat perhatian dalam penilaian ini. Sebagai bahan masukan untuk perbaikan
proses pembelajaran berikutnya.
Secara umum bentuk-bentuk soal yang
digunakan untuk menilai aspek kognitif dapat diklasifikasikan ke dalam lima
bentuk soal, yaitu (a) soal bentuk pilihan ganda, (b) soal bentuk benar salah,
(c) soal menjodohkan, (d) uraian /jawaban singkat, dan (e) soal bentuk uraian
bebas ( free essay). Dilihat dari segi cara atau pola jawaban yang diberikan,
soal dapat dibedakan ada soal yang telah disediakan jawabannya, peserta tes
tinggal memilih jawaban tersebut (pilihan ganda, benar salah, menjodohkan) dan
ada soal yang tidak disediakan jawabannya (uraian). Kemudian dilihat dari
segi cara pemberian skornya, dibedakan ke dalam soal yang bersifat
objektif dan soal yang bersifat subjektif.
Sikap merupakan bagian dari hasil belajar,
dengan demikian sikap dapat dibentuk, diarahkan, dipengaruhi dan dikembangkan.
Sikap seorang siswa menentukan bagaimana ia bereaksi terhadap situasi yang
dihadapi dan menentukan apa yang dicari dan diperjuangkan dalam kehidupannya.
Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek, dan sikap terhadap objek tersebut
muncul setelah ia mempelajari, mengamati dan mengenali objek itu. Ada dua
kemungkinnan sikap individu terhadap suatu objek yang dipelajarinya, sikap
positif atau sikap negatif. Sikap positif muncul apabila individu itu
memandang objek tersebut bernilai dan akan muncul sikap negatif apabila
individu memandang objek tersebut bukan saja tidak bernilai, juga mmerugikan.
Sikap siswa dapat dibentuk melalui pengalaman yang berulang-ulang, imitasi
(peniruan), identifikasi (mengenali secara mendalam) dan sugesti.
Untuk mengukur hasil belajar aspek sikap,
paling tepat menggunakan instrumen sekala sikap. Yaitu sejenis angket tertutup
dimana pertanyaan/pernyataan mengandung sifat nilai-nilai sikap yang menjadi
tujuan pengajaran. Salah satu jenis sekala sikap yang banyak digunakan
adalah sekala Likert.
Penilaian penampilan (keterampilan)
berkenaan dengan hasil pengajaran yang berkaitan dengan aspek keterampilan.
Seperti halnya dengan jenis penilaian yang lain, hakekat penilaian penampilan
terutama ditentukan oleh karakteristik hasil belajar yang akan diukur.
Penilaian penampilan mengacu kepada prosedur melakukan suatu kegiatan dan atau
mengacu kepada hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Dengan kata lain,
mengukur tingkat kemahiran tingkat keterampilan seseorang tentang suatu
kegiatan bisa dilihat pada saat seseorang sedang melakukan kegiatan atau
dilihat dari hasil/produk dari kegiatan tersebut.
Walaupun pengukuran pengetahuan dapat
menggambarkan kemampuan peserta didik melakukan sesuatu kegiatan dalam situasi
tertentu, namun penilaian penampilan diperlukan untuk menilai kemampuan yang
sebenarnya. Meskipun penilaian penampilan amat diperlukan, namun seringkali
diabaikan dalam penilaian hasil belajar. Hal ini disebabkan:
Pertama,
banyak guru/penilai yang beranggapan bahwa untuk mengukur penampilan peserta
didik cukup dilakukan melalui tes pengetahuan saja. Padahal yang sesungguhnya,
tes pengetahuan hanya tepat jika penilai ingin mengukur apa yang diketahui
peserta didik tentang sesuatu, sedangkan jika ingin mengetahui sejauhmana
kemahiran peserta didik didalam menampilkan suatu kegiatan, yang harus
digunakan adalah tes penampilan. Dengan demikian skor tes pengetahuan jelas
tidak dapat dipakai untuk menggambarkan keterampilan penampilan peserta didik. Kedua,
pelaksanaan penilaian relatif lebih sukar dibandingkan penilaian terhadap aspek
pengetahuan. Tes penampilan memerlukan waktu lebih banyak untuk mempersiapkan dan
melaksanakannya serta pemberian skornya sering subjektif dan membebani.
Mutu hasil penilaian penampilan akan sangat
tinggi apabila menempuh prosedur yang benar dan sistematis. Adapun prosedur
penilaian penampilan secara umum meliputi : (l) memilih topik / pokok bahasan,
(2) merumuskan tujuan pembelajaran/pelatihan, (3) mengidentifikasi penampilan
yang hendak diukur, (4) memilih jenis tes yang digunakan, (5) merumuskan
instruksi (suruhan) kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik, dan (6)
membuat format penilaian.
Penilaian terhadap proses seringkali
diabaikan, setidaknya tidak mendapat porsi yang seimbang dengan
penilaian terhadap hasil. Padahal pendidikan tidak berorientasi kepada hasil
semata, tetapi juga kepada proses. Terlebih-lebih saat ini sedang digalakan
sistem pembelajaran yang menekankan kepada keterampilan proses, dimana kegiatan
siswa di dalam mencari dan mengolah informasi materi pelajaran mendapat porsi
yang sangat tinggi (student centre). Penilaian terhadp hasil belajar semata
tanpa menilai proses, cenderung siswa menjadi kambing hitam kegagalan pendidikan.
Padahal tidak menutup kemungkinan penyebab kegagalan itu adalah lemahnya proses
pengajaran, dimana guru sebagai penanggung jawabnya.
Ruang
lingkup dari evaluasi dalam pendidikan di sekolah mencakup tiga komponen utama,
yaitu: evaluasi mengenai program pengajaran, evaluasi mengenai proses
pelaksanaan pengajaran, evaluasi mengenai hasil belajar (hasil pengajaran).Komponen
ruang lingkup evaluasi pendidikan itu sebagai berikut:
a. Evaluasi Program Pengajaran
Evaluasi
atau penilain terhadap program pengajaran akan mencakup tiga hal, yaitu:
evaluasi terhadap tujuan pengajaran, evaluasi terhadap isi program pengajaran,
dan evaluasi terhadap strategi belajar mengajar.
b. Evaluasi Proses Pelaksanaan Pengajaran
Tujuan penilaian proses belajar mengajar lebih
ditekankan kepada perbaikan dan pengoptimalan kegiatan belajar mengajar,
terutama berkaitan dengan efisiensi, efektiivitas dan produktivitas kegiatan
tersebut dalam mencapai tujuan pengajaran. Teknik dan instrumen yang sering
diigunakan untuk menilai proses ini adalah teknik observasi.Evaluasi mengenai proses pelaksanaan pengajaran akan
mencakup:
1) Kesesuaian antara proses belajar mengajar yang berlangsung,
dengan garis-garis besar program pengajajaran yang telah ditentukan
2) Kesiapan guru dalam melaksanakan program pengajaran
3) Kesiapan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
4) Minat atau perhatian siswa di dalam mengikuti pelajaran
5) Keaktifan atau partisipasi siswa selama proses pembelajaran
berlangsung
6) Peranan bimbingan dan penyuluhan terhadap siswa yang
memerlukannya
7) Komunikasi dua arah antara guru dan murid selama proses
pembelajran berlangsung
8) Pemberian dorongan atau motivasi terhadap siswa
9) Pemberian tugas-tugas kepada siswa dalam rangka penerapan
teori-teori yang diperolehan di dalam kelas
10) Upaya menghilangkan dampak negatif yang timbul sebagai
akibat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah.
c. Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi terhadap hasil belajar
peserta didik ini mencakup:
1) Evaluasi mengenai tingkat
penguasaan peserta didik terhadap tujuan-tujuan khusus yang ingin
dicapai dalam unit-unit program pengajaran yang bersifat terbatas
2) Evaluasi mengenai tingkat pencapain peserta didik terhadap
tujuan-tujuan umum pengajaran.
2. Subjek dan Objek Evaluasi Pendidikan
a. Ranah Kognitif (Pengetahuan/ Pemahaman)
Ranah
Kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Dalam ranah
kognitif ada 6 jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai
dengan jenjang tertinggi. Keenam jenjang tersebut dijelaskan Bloom dalam Anas
adalah sebagai berikut:
1)
Pengetahuan
(Knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (Recall) atau mengenali kembali tentang
nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan
kemampuan untuk menggunakannya.
2)
Pemahaman
(Comprehension) adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui
dan diingat dari berbagai segi sehingga dapat memberikan penjelasan atau
memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan kata-kata sendiri.
3)
Penerapan
atau aplikasi (Aplication) adalah
kesanggupan sesorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara
ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan
sebagainya, dalam situasi yang baru dan konkret.
4)
Analisis
(analysis) adalah kemampuan seseorang
untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian
yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau
factor-faktor yang satu dengan faktor-faktorlainnya.
5)
Sintesis
(Synhtesis) adalah kemampuan berfikir
yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis.sintesis merupakan suatu
proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga
menjelma menjadi suatu pola yang berstruktur atau berbentuk pola baru.
6)
Evaluasi
(Evaluation) adalah merupakan
kemampuan seseorang membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau
ide.
b. Ranah Afektif (Sikap)
Ranah
Afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan dan nilai. Ranah Afektif
memiliki 5 jenjangnya, Krathwohl dalam Anas menyatakan sebagai berikut:
1) Receiving (Attending) adalah kepekaan
seseorang dalam menerima ransangan (stimulus)
dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala
dan lain-lain.
2) Responding (menanggapi) adalah kemampuan
yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikuti sertakan dirinya secara aktif
dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara.
3) Valuing (menilai) adalah memberikan penghargaan terhadap suatu
kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan
akan membawa kerugian dan penyesalan.
4) Organization (mengatur) adalah mempertemukan perbedaan nilai sehingga
terbentuk nilai baru yang lebih universal, yang membawa kepada perbaiakan umum.
5) Characterization by a Value
Complex (karakterisasi dengan suatu nilai
atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua system nilai yang telah dimiliki
seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
Pengukuran
ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap saat karena perubahan tingkah laku
siswa tidak dapat berubah sewaktu-waktu. Di dalam petunjuk pelaksanaan
penilaian pendidikan sejarah perjuangan bangsa (PSPB) disebutkan bahwa penilaian ranah kognitif
bertujuan mengukur pengembangan penalaran, sedangkan tujuan penilaian afektif
adalah:
1)
Untuk
mendapatkan umpan balik (feedback) baik
bagi guru maupun siswa sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar-mengajar
dan mengadakan program perbaikan (Remedial
program) bagi anak didiknya.
2)
Untuk
mengetahui tingkat perubahan tingkah laku anak didik yang dicapai yang antara
lain diperlukan sebagai bahan bagi: perbaikan tingkah laku anak didik,
pemberian laporan kepada orang tua, dan penentuan lulus tidaknya anak didik.
3)
Untuk
menempatkan anak didik dalam situasi belajar-mengajar yang tepat, sesuai dengan
tingkat pencapaian dan kemampuan serta karakteristik anak didik.
4)
Untuk
mengenal latar belakang kegiatan belajar dan kelainan tingkah laku anak didik.
c. Ranah Psikomotor (Keterampilan)
Ranah
psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (Skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima
pengalaman belajar tertentu.
Pengukuran ranah psikomotorik
dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan. Namun demikian
biasanya pengukuran ranah ini disatukan atau dimulai dengan pengukuran ranah
kognitif sekaligus. Instrument yang digunakan mengukur keterampilan biasanya
berupa matriks.
Ranah
Psikomotorik lebih menekan kepada keterampilan siswa dalam mengerjakan sesuatu
setelah mendapatkan hasil belajar kognitif dan afektif. Hal ini dapat terlihat
saat siswa mempraktekkan keilmuannya dalam setiap kegiatan dilabor-labor mata
pelajran. Bagian dari dari ranah
psikomotorik ada 7 yang dijelaskan oleh
Sudaryono dalam bukunya yaitu:
1)
Persepsi
mencakup kemampuan untuk mengadakan deskriminasi yang tepat antara dua
perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara ciri-ciri fisik yang khas
pada masing-masing rangsangan, yang dinyatakan dengan adanya suatu reaksi yang
menunjukkan kesadaran akan hadirnya rangsangan dan perbedan antara
rangsangan-rangsangan yang ada.
2)
Kesiapan
mencakup kemampuan untuk menempatkan diri dalam keadaan akan memulai suatu
gerakan atau rangkaian gerakan, yang dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani
dan mental.
3)
Gerakan
terbimbing mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik, yang
dinyatakan dengan menggerakkan anggota tubuh menurut yang telah diberikan.
4)
Gerakan
yang terbiasa mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkain gerak-gerik
dengan lancer, tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan, karena ia sudah
mendapat latihan yang cukup, yang dinyatakan dengan mengerakkan anggota-anggota
tubuh.
5)
Gerakan
yang kompleks mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu keterampilan, yang
terdiri atas berbagai komponen, dengan lancer, tepat, dan efisien, yang
dinyatakan dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan, serta menggabungkan
beberapa sub keterampilan menjadi suatu keseluruhan gerakan yang teratur.
6)
Penyesuain
pola gerakan mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan penyesuain pola
gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan suatu taraf
keteranpilan yang telah mencapai kemahiran.
7)
Kreativitas
mencakup kemampuan untuk melahirkan pola-pola gerak-gerik yang baru, yang
dilakukan atas prakarsa atau inisiatif sendiri.
8)
Ketiga
ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah
itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah
karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan
pengajaran.
3. Teknik dan Instrumen Penilaian
Teknik dan instrumen yang digunakan untuk penilaian
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut :
a.
Penilaian kompetensi sikap
Pendidik melakukan
penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat”
(peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal instrumen yang digunakan untuk observasi,
penilaian diri, dan penilaian antar peserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian
(rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
1)
Observasi merupakan teknik penilaian yang
dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisis ejumlah
indikator perilaku yang diamati.
2)
Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan
cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam
konteks pencapain kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri.
3)
Penilaian antar peserta didik merupakan teknik
penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan
percapaian kompetensi instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antar pesertad
idik.
4)
Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam
dan diluar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan
peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku
b.
PenilaianKompetensiPengetahuan
Pendidik menilai
kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan
1)
Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda,
isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi
pedoman penskoran.
2)
Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan
3)
Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah
dan /atauprojek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik
tugas
c.
Penilaian kompetensi keterampilan
Pendidik menilai
kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemontrasikan
suatu kompentensi tertentu dengan menggunakan te spraktik, projek, dan penilaian
portofolio. Intrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.
1)
Tes praktik adalah penilaian yang menuntut
respon berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan
ketentuan kompetensi.
2)
Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan perancangan,
pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu.
3)
Penilaian portofolio adalah penilaian yang
dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang
tertentu yang bersifat. Reflektif-integratif untuk mengetahui minat,
perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu.
Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian peserta
didik terhadap lingkungannya.
Intrumen
penilaian harus memenuhi persyaratan :
1)
Substansi yang merepresentasikan kompetensi
yang dinilai ;
2)
Konstruksi yang memenuhi persyaratan teknis
sesuai dengan bentuk intrumen yang digunakan; dan
3)
Pengunaan bahasa yang baik dan benar serta
komunikatif sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
4.
Langkah-Langkah
Pengembangan Penilaian Pembelajaran
Agar
dapat memperoleh hasil yang efektif penilaian hasil belajar perlu
direncanakan secara sistematis sehingga jelas abilitas yang hendak diukur,
materi, alat dan interpretasi penilainnya. Beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam perencanaan evaluasi hasil belajar yaitu, (1) pengambilan
sampel dan pemilihan butir soal, (2) tipe tes yang akan digunakan, (3) aspek
yang akan diuji, (4) format butir soal, (5) jumlah butir soal, (6) distribusi
tingkat kesukaran butir soal.
Empat
langkah pokok dalam pengembangan penilaian pembelajaran yaitu (1) menentukan
tujuan tes, (2) mengidentifikasi hasil belajar yang akan diukur, (3) membuat
tabel spesifikasi (kisi-kisi tes), dan (4) menulis soal yang relevan dengan
kisi-kisi tes. Kemudian dalam menentukan bentuk soal mana yang akan digunakan,
perlu mempertimbngkan hal-hal berikut (1) karakteristik mata pelajaran
yang akan diujikan, (b) tujuan khusus pembelajaran yang harus dicapai
siswa, (3) tipe informasi yang dibutuhkan dari tujuan evaluasi, (4) usia dan
tingkat perkembangan mental siswa yang akan mengikuti tes, dan (5) besarnya
kelompok siswa yang akan mengikuti tes .
Kualitas
tes khususnya yang berkaitan dengan validtas dan reliabilitas tes, banyak
ditentukan oleh prosedur yang ditempuh dalam pengembangannya. Mulai dari
penentuan tujuan penilaian, pengambilan sampel bahan tes, penentuan abilitas
yang hendak diukur, penentuan bentuk dan format tes, penggunaan bahasa dan
kalimat yang digunakan dalam penulisan butir soal, teknik pengolahan dan
analisis hasil penilaian. Karakteristik tujuan dan materi pelajaran
juga menentukan bentuk dan format tes yang harus dikembangkan. Mengukur
kemampuan aspek pengetahuan berbeda caranya dengan mengukur kemampuan
aspek keterampilan dan sikap, demikian pula mengukur kemampuan siswa dalam
pelajaran bahasa berbeda dengan mengukur kemampuan siswa dalam pelajaran ilmu
pasti. Adapun langkah-langkah umum pengembangan alat penilaian adalah sebagai
berikut :
1) Mengidentifikasi
kompetensi, pokok bahasan dan sub pokok bahasan serta tujuan pengajaran
2)
Pada
tahap ini guru menginventarisir kompetensi apa yang diharapkan dimiliki oleh
siswa, pokok-pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang telah diberikan kepada
siswa serta tujuan khusus maupun tujuan umum dalam setiap bidang
studi/mata pelajaran dalam satuan waktu tertentu sesuai dengan peruntukan test.
Misalnya, satu catur wulan, satu tahun atau satu satuan jenjang pendidikan
seperti EBTA
3)
Menentukan
sample aspek kemampuan yang akan diukur
4)
Dari
sekian banyak pokok bahasan/sub pokok dan tujuan pengjaran, diambil
sebagian unuk dikembnagkan ke dalam alat penelitian (test) sesuaui dengan
jumlah soal yang dibutuhkan dan waktu yang tersedia untuk test tersebut.
Penentuan sample tersebut harus dilakukan dengan cermat sehingga dapat mewakili
atau mencerminkan ruang lingkup kemampuan siswa yang sebenarnya.
(5)
Membuat
tabel spesifikasi atau kisi-kisi test. Pada intinya kisi-kisi test ini
merupakan gambaran mengenai ruang lingkup dan isi dari apa yang akan ditestkan,
serta memberikan perincian mengenai penyebaran soal-soal dalam setiap
jenjang/aspek kemampuan ke dalam bentuk soal yang akan dikembangkan (pilihan
ganda, menjodohkan, benar salah atau uraian).
(6)
Kisi-kisi
ini disusun berdasarkan hasil penyampelan ruang lingkup materi test yang telah
ditetapkan pada langkah kedua ( poin b ).Format kisi-kisi beragam bentuknya,
namun pada intinya menyangkut unsur-unsur; identitas sekolah dan bidang studi,
tujuan umum, pokok/sub pokok bahasan yang akan ditestkan, bentuk soal yang akan
dikembangkan, dan jumlah soal atau panjang test. Format kisi-kisi ini biasanya
berbentuk matrik.
(7)
Penulisan
soal mengacu pada kisi-kisi yang telah dibuat, langkah selanjutnya adalah
menulis soal pada setiap pokok bahasan dan setiap unsur kemampuan sesuai dengan
yang telah dientukan dalam kisi-kisi. Setiap pertanyaan yang harus
dijawab dan setiap suruhan yang harus dilakukan oleh setiap peserta test
dirumuskan sedemikian rupa sehingga jelas apa yang ditanyakan dan jawaban apa
yang dituntut dari peserta test.Untuk memperoleh rumusan soal yang baik,
setelah soal itu ditulis hendaknya diadakan review dan revisi sampai merasa
yakin bahwa rumusan soal tersebut sudah tepat menurut
kaidah-kaidah penulisan soal.Bila semua soal telah dirumuskan maka
kegiatan selanjutnya menyusun atau mengorganisir soal-soal tersebut menjadi
sebuah test. Penetuan nomor soal sebaiknya diacak agar skor yang diperoleh dari
test tersebut dapat dipercaya. Langkah-langkah dalam penulisan soal ini
meliputi merumuskan definisi konsep materi yang akan diteskan, merumuskan definisi
oprasional dari konsep yang telah ditetapkan, menentukan
indikator-indikator dan menulis butir soal.
(8)
Pelaksanaan/penyajian
test. Setelah penulisan soal selesai dan telah disusun penomorannya serta telah
diperbanyak sesuai dengan jumlah peserta test, kemudian test tersebut disajikan
kepada peserta test. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan test
antara lain : waktu yang harus disediakan untuk mengerjakan test, petunjuk cara
mengerjakan soal, pengaturan posisi tempat duduk siswa, dan menjaga ketertiban
dan ketenagaan suasana kelas, sehimga peserta test dapat mengerjakan soal-soal
tersbut dengan penuh konsentrasi.
(9)
Pemeriksaan
hasil test. Hasil jawaban peserta test hendaknya diperiksa dengan cermat dan
diberi skor sesuai dengan petunjuk/pedoman penskoran yang telah ditetapkan.
Teknik penskoran dalam setiap bentuk soal biasanya berbeda-beda. Oleh karena
itu pedoman penskoran harus ditentukan terlebih dahulu. Buatlah kunci jawaban
atau rambu-rambu jawaban yang diinginkan beserta pembobotan skornya, sediakan
waktu dan tenaga yang cukup leluasa sehingga tidak terburu-buru terutama dalam
pemeriksaan hasil test soal bentuk uraian.
(10)
Pengolahan
dan penafsiran hasil test. Skor yang diperoleh dari test dapat diolah dalam
berbagai tekhnik pengolahan tergantung informasi yang dibutuhkan. Seperti
rata-rata skor, standar deviasi, variansi, kecenderungan sentral, menentukan
batas lulus, mentransper skor ke dalam nilai baku (skala 10, skala 4, dan
lain-lain). Ada dua pendekatan penafsiran hasil test yaitu berdasarkan
acuan patokan (PAP) dan pendekatan berdasarkan acuan norma (PAN).
Acuan patokan untuk mendeskripsikan tingkat penguasaan siswa terhadap materi
yang ditestkan., sedangkan acuan norma untuk melihat kedudukan diantara
siswa/peserta test. Pendekatan yang mana yang akan dipilih tergantung kepada
tujuan dari pelaksanaan test.
(11)
Penggunaan
hasil test. Penggunaan hasil test ini sangat erat kaitannya dengan tujuan test
tersebut, apakah untuk tujuan formatif, sumatif, diagnostik, atau penempatan.
Hasil penilaian in sangat berguna terutama sebagai bahan perbaikan
program pengajaran, melihat tingkat ketercapaian kurikulum, memotivasi belajar
siswa, bahan laporan kepada orang tua siswa dan sebagai bahan laporan kepada
atasan untuk kepentingan supervisi dan monotoring program serta sebagai bahan
penyusunan progran berikutnya sebagai tindak lanjut.
5 5. Teknik
dan Alat Penilaian
Secara
umum alat penilaian dapat dikelompokan kedalam dua kelompok , alat penilaian
bentuk tes dan alat penilaian bukan tes.
a. Bentuk Tes
Dari
segi pelaksanaannya, tes dibagi kedalam tiga kategori; tes tulisan, tes lisan
dan tes tindakan. Dari segi bentuk soal dapat diklasifikasikan ke dalam
lima bentuk soal, yaitu (a) soal pilihan ganda, (b) soal benar
salah, (c) soal menjodohkan, (d) uraian /jawaban singkat, dan (e) soal bentuk
uraian bebas ( free essay). Dilihat dari segi cara atau pola jawaban yang
diberikan, soal dapat dibedakan ada soal yang telah disediakan jawabannya,
peserta tes tinggal memilih jawaban tersebut (pilihan ganda, benar salah,
menjodohkan) dan ada soal yang tidak disediakan jawabannya (uraian). Kemudian
dilihat dari segi cara pemberian skornya, dibedakan ke dalam soal yang
bersifat objektif dan soal yang bersifat subjektif.
Agar
informasi tentang karakteristik tingkah laku individu yang dinilai akurat atau
mencerminkan mendekati keadaan yang sebenarnya, sehingga informasi itu dapat
digunakan sebagai dasar untuk membuat keputusan penting dalam pendidikan dan
pengajaran, maka tes yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis
sebagai alat ukur yang baik. Karakteristik tes yang baik menurut Hopkins
dan Antes adalah tes tersebut memiliki keseimbangan, spesifik dan
objektif.
Keseimbangan
dan kehususan (spesifikasi) berkaitan langsung dengan validitas,
objektivitas berkaitan langsung dengan reliabilitas dan berkaitan tidak
langsung dengan validitas, yaitu melalui keterkaitan antara validitas dan
reliabilitas. Untuk memperoleh prangkat tes yang seimbang (proporsional)
, dapat dilakukan dengan cara membuat tabel spesifikasi (kisi-kisi)
mengenai topik-topik yang akan dimasukan ke dalam perangkat tes. Untuk
memperoleh butir-butir soal yang spesifik dapat dilakukan melalui identifikasi
kompetensi dan tujuan-tujuan khusus pembelajaran, selanjutnya dijadikan
dasar perumusan butir soal. Dengan cara-cara di atas, dapat diharapkan
butir-butir soal yang dirumuskan dapat menjadi sampel yang representatif dalam
perangkat tes itu.
Ebel
mengemukakan lebih terinci lagi, ada 10 kriteria perangkat tes yang baik; (1)
relevansi, yaitu kesesuaian antara tes yang dikembangkan dengan kurikulum yang
telah ditentukan, (2) keseimbangan antara tujuan pembelajaran khusus dengan
jumlah butir soal yang mewakilinya, (3) efisien baik dalam pelaksanaan tes,
pemberian skor dan pengadministrasiannya, (4) objektif dalam pemberian skor dan
penafsiran hasilnya, (5) spesifikasi, yaitu tes hanya mengukur hal-hal khusus
yang telah diajarkan, (6) tingkat kesukaran butir soal berada disekitar
indeks 0,50 (7) memiliki kemampuan untuk membedakan antara kelompok siswa yang
pandai dengan kelompok siswa yang assor, (8) memiliki tingkat
reliabilitas yang cukup tinggi, (9) kejujuran dan keadilan dalam pelaksanaan
evaluasinya, (10) memiliki kecepatan (speed) yang wajar dalam penyelesaian
tesnya.
b. Bentuk Non Tes
(1)
Wawancara
dan Quistioner
Sebagai
alat penilaian, wawancara dan quistioner sangat efektif untuk menilai hasil
belajar siswa yang berkaitan dengan pendapat, keyakikan, aspirasi, 17harapan,
prestasi, keinginan dan lain-lain. Sebagai alat penilaian, wawancara
memiliki kelebihan yaitu dapat berkomunikasi langsung dengan siswa, sehingga
siswa dapat mengungkapkan jawaban dengan lebih bebas dan mendalam. Disamping
itu, melalui wawancara dapat dibina hubungan yang lebih baik. Ada dua macam
wawancara, pertama wawancara yang berstruktur dan yang kedua wawancara tidak
berstruktur/bebas.
Seperti
halnya wawancara, quistioner juga memiliki kelebihan yaitu bersifat praktis,
hemat waktu dan tenaga. Namun demikian, questioner memiliki kelemahan yang
mendasar, yaitu seringkali jawaban yang diberikan tidak objektif, siswa
memberi jawaban yang pura-pura. Wawancara juga ada dua macam, yang berstruktur
dan tidak berstruktur. Yang berstruktur setiap pertanyaan sudah disediakan
jawabannya, siswa tinggal memilih/mencocokannya. Sedangkan yang tidak
berstruktur siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan jawabannya sendiri.
(2) Skala
Skala
adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat atau perhatian, yang disusun
dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden yang hasilnya dalam bentuk
rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang digunakan.Ada dua jenis sekala yang
sering digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar siswa, yaitu sekala
sikap dan sekala penilaian.
(a) Skala sikap
Sikap
pada hakikatnya adalah kecenderungan seseorang berprilaku. Sikap juga dapat
diartikan reaksi seseorang terhadap stimulus yang datang pada dirinya. Skala
sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu.
Hasilnya berupa katagori sikap, yakni mendukung, menolak atau netral.
Ada
tiga komponen sikap yakni kognisi (berkenaan dengan pengetahuan tentang
objek), afeksi (berkaitan dengan perasaan terhadap objek), dan konasi
(berkaitan dengan kecenderungan berprilaku terhadap objek itu).Ada beberapa
bentuk skala yang biasa digunakan untuk menilai derajat sifat nilai sikap
seseorang terhadap suatu objek , antara lain :
(i)
Menggunakan
bilangan , untuk menunjukan tingkat-tingkat dari sifat (objek ) yang
dinilai. Misalnya, 1, 2, 3, 4 dan seterusnya.
(ii) Menggunakan frekuensi terjadinya/timbulnya sikap itu.
Misalnya; selalu, seringkali, kadang-kadang, pernah, dan tidak pernah.
(iii) Menggunakan istilah-istilah yang bersifat
kualitatif. Misalnya; bagus sekali, baik, sedang, dan kurang. Atau
istilah-istilah; sangat setuju, stuju, tidak punya pendapat, tidak stuju, dan
sangat tidak setuju.
(iv) Menggunakan istilah-istilah yang menunjukan status/
kedudukan. Misalnya; paling rendah, di bawah rata-rata, di atas rata-rata, dan
paling tinggi.
(v) Menggunakan kode bilangan atau huruf. Misalnya; selalu
diberi kode 5, kadang-kadang 4, jarang, 3, jarang sekali 2, dan tidak pernah
diberi kode bilangan 1.
(b)
Skala
penilaian,
Skala
penilaian mengukur penampilan atau prilaku siswa melalui pernyataan prilaku
pada sutu titik kontinum atau suatu katagori yang bermakna nilai. Titik atau
kategori itu diberi rentangan nilai dari yang tertinggi sampai yang terendah.
Rentangan ini bisa berupa hurup abjad (A, B, C, D) atau angka (1,2,3 4).
Hal yang harus diperhatikan adalah kriteria sekala nilai, yakni penjelasan
oprasional untuk setiap alternatif jawaban.
Skala
penilaian lebih tepat digunakan untuk mengukur suatu proses, misalnya proses
belajar pada siswa, atau hasil belajar yang berbentuk prilaku (performance),
seperti hubungan sosial diantara siswa atau cara-cara memecahkan masalah.
(3) Observasi
Observasi
sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu
atau terjadinya suatu proses kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi
yang sebenarnya maupun dalam situsi buatan. Observasi dapat mengukur atau
menilai hasil dan proses belajar seperti:tingkah laku siswa pada waktu belajar,
berdiskusi, mengerjakan tugas dan lain-lain.
Ada
tiga jenis observasi yaitu observasi langsung, observasi dengan menggunakan alat
(tidak langsung) dan observasi partisipasi. Ketiga jenis observasi itu
digunakan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan dari kegiatan observasi tersebut.
Adapun
langkah-langkah yang ditempuh dalam mengembangkan penilaian dengan menggunakan
teknik observasi adalah sebagai berikut:
(a) Tentukan aspek kegiatan yang akan diobservasi. Aspek
kegiatan ini mungkin berkaitan dengan kegiatan siswa secara individu, kegiatan
siswa secara kelompok, interaksi guru dengan siswa, interaksi antara
siswa dengan siswa dan lain sebagainya.
(b) Menentukan pedoman observasi yang akan digunakan. Tentukan
bentuk pedoman observasi yang akan digunakan, apakah bentuk bebas (tidak perlu
ada jawaban, tetapi mencatat apa yang nampak) atau pedoman yang berstruktur
(memakai alternatif jawaban). Bila dipakai bentuk yang berstruktur, tetapkan
pilihan jawaban serta indikator-indikator setiap jawaban sebagai pedoman
dalam pelaksanaanya nanti.
(c) Melaksanakan observasi, yaitu mencatat tingkah laku yang
terjadi pada saat kegiatan berlangsung. Cara dan teknik pencatatannya sesuai
dengan format atau bentuk pedoman observasi yang digunakan.
(d) Mengolah hasil observasi.
(4) Studi kasus
Studi
kasus pada dasarnya mempelajari individu secara intensif yang dipandang
memiliki kasus tertentu. Misalnya mempelajari anak yang sangat bandel/nakal,
sangat rajin, sangat piter, atau sangat lamban dalam belajar. Kasus-kasus
tersebut dipelajari secara mendalam, yaitu mengungkap segala variabel yang
diduga menjadi penyebab timbulnya prilaku atau keadaan khusus tadi dalam kurun
waktu tertentu. Tekanan utama dalam studi kasus adalah mencari tahu mengapa
individu melakukan sesuatu dan apa pengaruhnya terhadap lingkungan.
Kelebihan
studi kasus sebagai alat penilaian adalah subjek dpelajari secara mendalam dan
menyeluruh, sehingga karakter individu tersebut dapat diketahui dengan
selengkap-lengkapnya. Namun demikian, studi kasus sifatnya sangat subjektif,
artinya informasi yang diperoleh hanya berlaku untuk individu itu saja, tidak
dapat digeneralisir untuk individu lain sekalipun memiliki kasus yang hampir
sama.
(5) Sosiometri
Banyak
ditemukan di lingkungan sekolah siswa yang kurang mampu menyesuaikan diri
dengan kondisi lingkungannya. Ia nampak murung, mengasingkan diri, mudah
tersinggung, atau bahkan oper acting. Hal ini bisa dilihat ketika siswa sedang
bermain atau sedang mengerjakan tugas-tugas kelompok. Gejala-gejala tersebut
menunjukan adanya kekurang mampuan siswa dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Kondisi ini perlu diketahui oleh guru dan dicarikan upaya
untuk memperbaikinya, karena kondisi seperti itu dapat mengganggu proses
belajarnya. Salah satu cara untuk mengetahui kemampuan siswa dalam penyesuaian
diri dengan lingkungannya adalah dengan teknik sosiometri. Dengan teknik ini
dapat diketahui posisi siswa dalam hubungan sosialnya dengan siwa
lainnya. Misalnya ada siswa yang terisolasi dari kelompoknya, siswa yang paling
disukai oleh teman-temannya, siswa yang memiliki hubungan mata rantai, dan
sebagainya.
Sosiometri
dapat dilakukan dengan cara menyuruh siswa di kelas untuk memmilih satu atau
dua teman yang paling disukainya. Usahakan tidak terjadi kompromi untuk saling
memilih diantara siswa. Atau dapat pula siswa disuruh memilih siswa yang
kuarang disukainya. Dengan cara di atas, dapat diketahui siswa-siswa mana yang
menghadapi kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya, kemudian
diberi bantuan.
(6) Penilaian Acuan Norma dan Penilaian Acuan Patokan
Pendekatan
penilaian yang membandingkan hasil pengukuran seseorang dengan hasil pengukuran
yang diperoleh orang – orang lain dalam kelompoknya, dinamakan Penilaian Acuan
Norma (Norm–Refeereced Evaluation). Dan pendekatan penilaian yang
menbanding hasil pengukuran seseorang dengan patokan “batas lulus” yang telah
ditetapkan, dinamakan Penilaian Acuan Patokan (Criterian–refenced Evaluation).
(a)
Penilaian
Acuan Norma (PAN)
Penilaian
Acuan Norma (PAN) adalah nilai sekelompok peserta didik (siswa) dalam suatu
proses pembelajaran didasarkan pada tingkat penguasaan di kelompok itu. Artinya
pemberian nilai mengacu pada perolehan nilai di kelompok itu. Penilaian Acuan
Norma (PAN) dilakukan dengan cara membandingkan nilai seorang siswa dengan
nilai kelompoknya. Jadi dalam hal ini prestasi seluruh siswa dalam
kelas/kelompok dipakai sebagai dasar penilaian. Dalam penggunaan penilaian
acuan norma, prestasi belajar seorang sisiwa dibandingkan dengan siswa lain
dalam kelompoknya. (Suharsini Arikunto,2010,237).
Dari
pengertian ini dapat disimpulkan bahwa Penilaian Acuan Norma adalah penilaian
yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelmpok; nilai-nilai yang diperoleh
siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk di dalam
kelompok itu.
Penilaian
Acuan Normatif menggunakan kriteria yang bersifat “relative”. Artinya,
selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi dan atau kebutuhan pada waktu
tersebut. Nilai hasil dari Penilaian Acuan Norma tidak mencerminkan tingkat
kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi
hanya menunjuk kedudukan peserta didik (peringkatnya) dalam komunitasnya
(kelompoknya).
(b)
Penilaian
Acuan Patokan (PAP)
PAP
pada dasarnya berarti penilain yang membandingkan hasil belajar mahasiswa
terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian ini
menunjukkan bahwa sebelum usaha penilaian dilakukan terlebih dahulu harus
ditetapkan patokan yang akan dipakai untuk membandingkan angka-angka hasil
pengukuran agar hasil itu mempunyai arti tertentu. Dengan demikian patokan ini
tidak dicari-cari di tempat lain dan pula tidak dicari di dalam sekelompok
hasil pengukuran sebagaimana dilakukan pada PAN.
Patokan yang telah disepakati
terlebih dahulu itu biasanya disebut “Tingkat Penguasaan Minimum”. Mahasiswa
yang dapat mencapai atau bahkan melampaui batas ini dinilai “lulus” dan belum
mencapainya nilai “tidak lulus” mereka yang lulus ini diperkenankan menempuh
pelajar yang lebih tinggi, sedangkan yang belum lulus diminta memantapkan lagi
kegiatan belajarnya sehingga mencapai “batas lulus” itu.
Patokan
yang dipakai untuk kelompok mahasiswa yang mana sama ini pengertian yang sama.
Dengan patokan yang sama ini pengertian yang sama untuk hasil pengukuran yang
diperoleh dari waktu ke waktu oleh kelompok yang sama ataupun berbeda-beda
dapat dipertahankan. Yang menjadi hambatan dalam penggunaan PAP adalah sukarnya
menetapkan patokan yang benar-benar tuntas.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwasilah, et al. (1996). Glossary of educational Assessment Term.
Jakarta: Ministry of Education and Culture.
Arikunto, S & Jabar. 2004. Evaluasi
Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Arikunto, S. 2012, Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan (Edisi kedua). Jakarta: PT Bumi Aksara
Arikunto,
S.Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan,
Bumi Aksara, 2006, Jakarta.
Calongesi, J.S. 1995. Merancang Tes untuk
Menilai Prestasi Siswa. Bandung : ITB
Gronlund, Norman E. Measurement
and Evaluation in Teaching, Fifth Edition (New York : McMillan Publising,
1985
Hopkins, Charles D. & Richard L.
Antes, Clasroom Measurement and Evaluation, Third Edition ( Indiana
: F.E Peacok Publisher, Inc. , 1990)
Kumano, Y. 2001. Authentic Assessment and
Portfolio Assessment-Its Theory and Practice. Japan: Shizuoka University.
Lehmann, H. (1990). The Systems Approach to
Education. Special Presentation Conveyed in The International Seminar on
Educational Innovation and Technology Manila. Innotech Publications-Vol 20 No.
05.
Muri Yusuf, 2005, Evaluasi Pendidikan
(Dasar-dasar dan Teknik), Universitas Negeri Padang
Mursell, James. Mengajar
dengan Sukses, terjemahan S. Nasution (Bandung : C.V Jemars)
Robert L. Ebel. Essentials of Educational Measurement (Englewood
Cliffs, New Jersey, Prentice-Hall, Inc. 1986)
Stiggins, R.J. (1994). Student-Centered
Classroom Assessment. New York : Macmillan College Publishing Company
Sudaryono,
Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran, Graha
ilmu, 2012, Yogyakarta.
Sudijono,
Anas.Evaluasi Pendidika , PT. Rajagrafindo
Persada, 2007, Jakarta.
Sujana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : P.T Remaja
Rosdakarya, 1990).
Sukardi. 2012. Evaluasi Pendidikan
(Prinsip dan Operasionalnya), Jakarta: Bumi Aksara
Tayibnapis, F.Y. (2000). Evaluasi Program. Jakarta:
Rineka Cipta
Zainul & Nasution. (2001). Penilaian
Hasil belajar. Jakarta: Dirjen Dikti.